Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

.

Dosen dan Pengukuran Psikologis


Penulis: Prof. Dr. Syafnan Lubis, M.Pd
Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan
 
 
A. Pendahuluan
 
Dosen adalah Pendidik Profesional yang bekerja dengan mengedepankan prosedur-prosedur ilmu pengetahuan yang titik tumpunya adalah pengembangan diri mahasiswa, pengembangan potensi secara optimal.
 
Dosen harus mampu mengantarkan manusia yang didiknya untuk menjadi insan kamil, yaitu  manusia  yang sempurna dari segi wujud dan pengetahuannya. Wujud yang mudah dipahami dalam hal ini adalah merupakan manifestasi sempurna dari citra Tuhan yang pada dirinya tercermin nama-nama dari sifat Tuhan secara utuh.
 
Dosen merupakan subyek dan sekaligus obyek dalam transformasi ilmu dan keterampilan. Dalam pemahaman yang lebih luas kiranya dosen harus terampil mengembangkan potensi yang dimiliki mahasiswa yang mencakup potensi pisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan aspek kejiwaan lainnya.
 
Jika merujuk pada konsep di atas maka manajemen pembelajaran mahasiswa tidak semata-mata  kegiatan perkuliahan namun proses membantu jalannya aktivitas intelektual dalam banyak dimensi kehidupan akademik kampus.
 
B. Fokus  Pembahasan
 
Penerapan manajemen aktivitas intelektual kampus yang akan dijalankan perlu memperhatikan dua pendekatan, yaitu: Pendekatan Kuantitatif (Quantitative approach) dan Pendekatan Kualitatif (Qualitative approach) (Yeager dalam Imron, 2012).
 
C.     Pendekatan Psikologis
 
Pendekatan ini telah menggunakan pendekatan  dengan instrumen yang telah baku (standardized) yang dirancang untuk mendapatkan gambaran salah satu aspek atau lebih kepada keadaan psikis seseorang. Sebelum melakukan pengukuran psikologis sangat perlu dipahami asas, terutama prosedur pengukuran  psikologis seperti di bawah ini:
 
1. Asas yang ditaati dalam pengukuran
Instrumen yang digunakan harus memenuhi syarat sebagai alat ukur yang baik (valid, reliable), dan mempunyai tingkat  kesukaran yang memadai dan mempunyai daya beda yang memadai pula.
2. Melakukan pengukuran harus memperhatikan syarat-syarat yang baik, seperti syarat untuk melakukan atau menggunakan alat ukur yang terstandar.
3. Data  yang diperoleh melalui pengukuran psikologis hendaknya diinterpretasikan atas dasar norma yang telah ditetapkan, seperti norma umur, norma Z skor, atau T.Skor.
4. Pengukuran yang dilakukan haruslah juga dapat menunjukkan posisi suatu individu pada kelompoknya (Wayan Nurkancana, 1990).
 
D. Prosedur Pengukuran Psikologis
 
Untuk melakukan pengukuran dapat dilaksanakan berbagai ragam cara, namun yang sering dilakukan adalah:
 
1. Pengukuran Dengan Teknik Tes 
Pengukuran dengan teknik mempergunakan tes atau alat tes, atau disebut juga lembaran tes yang dibuat oleh peneliti, atau bisa yang dibuat oleh guru. Kalau yang dibuat oleh guru maka tentunya merujuk kepada pokok bahasan yang digunakan (Anderson B Scarvia Cs, 2006).
 
Selain tes buatan guru, maka bisa dilakukan dengan Tes Standar, dalam arti tes yang dibuat oleh asosiasi guru, atau yang dibuat oleh suatu lembaga. Contoh seperti ini adalah: Tes Intlegensia, tes kepribadian, tes kecepatan, dan sebagainya.
 
Sebelum menggunakan tes sebagai alat ukur, maka perlu juga dipahami bahwa tes yang akan digunakan sudah memenuhi unsur tes yang baik, yaitu:
 
a. Memenuhi uji validitas: yaitu tes yang dapat mengukur apa yang mau diukur, maka inilah yang mudah dimengerti sebagai validitas. Istilah lainnya yang lebih mudah dipahami adalah Kesahihan. Contoh proses validitas itu adalah: Bila kita ingin mengukur besarnya partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, maka  kita bukan mengukur nilai yang diperoleh siswa saja ketika ulangan. Akan tetapi, perlu dilihat lagi melalui: Tingkat kehadirannya; Tingkat konsentrasinya dalam belajar; Tingkat kecepatan responnya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru, ataupun tugas tugas yang diberikan guru.
 
b. Memiliki reliabilitas tes
Reliabilitas ini istilah yang sudah diserap ke bahasa Indonesia. Arti yang mudah dipahami dari kata reliabilitas adalah dapat dipercaya. Suatu tes akan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apa bila digunakan berkali-kali pada objek yang punya karakteristik yang sama.
 
c. Objektivitas
Obyektivitas dalam evaluasi pendidikan dalam arti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi hasil dari penilaian.
 
2. Pengukuran Dengan Tidak Menggunakan Tes (Non Tes)
Mengukur sesuatu obyek dengan tidak menggunakan tes tetapi menggunakan alat non tes. Alat non tes itu berupa: observasi; pedoman wawancara; angket; sosiometri; dan studi dokumen.
a.     Observasi
Upaya merekam/melihat secara  langsung maupun tidak langsung kegiatan-kegiatan/fenomena yang sedang terjadi. Observasi adalah teknik yang sederhana yang lebih menonjolkan keahlian, namun setiap pedoman observasi harus mengikuti  proses 5 W + 1 H (Prayitno, 2010).
 
b.     Wawancara
Merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab secara lisan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam melaksanakan wawancara hendaknya  dapat dilakukan dalam suatu situasi yang rileks, terbuka, menyenangkan, sehingga individu yang diwawancarai bebas dan terbuka memberikan keterangan.
c.      Angket
Jika wawancara dilakukan dengan tanya jawab secara lisan maka dalam angket tanya jawab tersebut dilakukan secara tertulis. Data yang ingin dikumpulkan dijabarkan dalam bentuk pertanyaan secara tertulis dan jawabannyapun harus dibubuhkan secara tertulis.
d.     Perekaman
Yaitu merekam kejadian secara langsung dengan menggunakan alat, dapat dilakukan secara insidentil atau direncanakan terlebih dahulu.
e.     Sosiometri
Suatu metode mengumpulkan data tentang pola dan struktur hubungan antara individu-individu dalam suatu kelompok. Sosiometri mula-mula dikembangkan Moreno dan Jening (Wayan Nurkacana, 1990). Metode ini didasarkan atas postulat-postulat bahwa kelompok mempunyai struktur  yang terdiri dari hubungan-hubungan interpersonal yang kompleks. Hubungan ini dapat diukur secara kuantitatif ataupun secara kualitatif.
f.       Inventori
Merupakan alat untuk mengungkap keadaan pribadi seseorang anak didik seperti mahasiswa, minat, sikap, kebiasaan, dan kegiatan sehari-hari. Kalau ingin mengungkap masalah seseorang anak didik maka digunakan Daftar Pengungkapan Masalah. Daftar itu akan berisi minimal beberapa indikator seperti:
1). Perkembangan Jasmani dan Kesesehatan;
2). Keuangan, keadaan lingkungan dan pekerjaan;
3). Kegiatan sosial dan rekreasi;
4). Hubungan muda-mudi, pacaran, dan perkawinan;
5). Hubungan sosial kejiwaan;
6). Keadaan pribadi kejiwaan;
7). Moral, sopan santun, dan agama;
8). Keadaan rumah dan keluarga;
9). Masa depan, pendidikan, dan pekerjaan;
10). Penyesuaian terhadap tugas-tugas sekolah;
11). Kurikulum dan proses pengajaran (Depdikbud, 1984).
 
Selanjutnya, bila  ingin mengungkap sikap kebiasaan belajar maka digunakan Daftar PSKB yang menguraikan sebagai berikut:
1). Minat umum dalam belajar;
2). Sikap terhadap mata ajar;
3). Sikap terhadap guru/dosen;
4). Sikap terhadap prosedur, suasana pengajaran dan penilaian;
5). Ketahanan, kelenturan, ketabahan, dan ketekunan dalam belajar;
6). Cara-cara belajar menyangkut unsur waktu, tempat, perlengkapan, suasana, dan teknik keterampilan mengajar. (Depdikbud, 1984)
 
g.     Analisa Hasil Belajar
Dapat dilakukan dengan Tes Hasil Belajar (diagnostik tes) dengan menanyakan materi materi belajar yang diajarkan secara menyeluruh baik kedaerahan, maupun regional, atau ansional. Dari hasil belajar maka kita lihat item item tes mana saja yang nilainya rendah, dan selanjutnya untuk menentukan bahwa niali seseorang anak berada di bawah rata rata maka dicari pula nilai rata rata kelas yaitu bisa dengan Menjumlahkan angka yang diperoleh seluruh siswa baru dengan jumlah siswa. Dengan diketahuinya posisi nilai seseorang anak maka akan bisa direncanakan Tindakan Apa Yang Diperlukan Untuk Mengatasi Kasusnya atau masalahnya.
 
h.     Riwayat Hidup dan Catatan Harian
Dengan melihat riwayat hidup seseorang dan catatan-catatan hariannya yang sudah berlalu maka bisa dianalisis kronologis kehidupannya.
 
i. Studi Dokumentasi
Dengan mempelajari dokumen-dokumen yang sudah ada data lengkap tentang anak didik, seperti buku rapor, IP Kumulatif, buku induk, dan seterusnya.
 
j. Studi Kasus
Studi kasus merupakan metode pengumpulan data yang bersifat menyeluruh dan terpadu, dalam arti menggunakan berbagai pendekatan yang relevan. Penanganan dengan studi kasus dilakukan minimal dengan langkah-langkah umum, yaitu: Menelusuri latar belakang kasus; Mengenal kasus dengan menyusun deskripsinya; Merumuskan tujuan; Menghimpun fasilitas pendukung; Melaksanakan program; Mengontrol; dan Menyusun tindak lanjut (Prayitno, 2010).

 

Daftar Pustaka

1. Depdikbud. Bimbingan dan Konseling Buku III E. Jakarta: Dirjen Dikti
2. Imron.A. Cs.  Manajemen Pendidikan: Analisa Substantif dan Aplikasinya dalam Institusi Pendidikan. Malang, 2012.
3. Prayitno. Bimbingan Konseling Di Sekolah.  Jakarta: Chalia Indonesia 2010.
4. Scarvia B. Anderson, Samuel Ball. Richard T. Murphy and Associates: Encyclopedia of Educational Evaluation. Yersey Bass, Inc Publishers, San Fransisco, 2006.
5. Wayan Nurkancana. Pemahaman Individu. Surabaya: Usaha Nasional, 1990.

Posting Komentar

0 Komentar

HEADLINE ARTIKEL

Cara Mengirimkan Artikel Publikasi di Majalah Pendidikan dan Dakwah