Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan
A. Pendahuluan
Dosen adalah Pendidik
Profesional yang bekerja dengan mengedepankan prosedur-prosedur ilmu
pengetahuan yang titik tumpunya adalah pengembangan diri mahasiswa,
pengembangan potensi secara optimal.
Dosen harus mampu
mengantarkan manusia yang didiknya untuk menjadi insan
kamil, yaitu manusia yang sempurna dari segi wujud dan
pengetahuannya. Wujud yang mudah dipahami dalam hal ini adalah merupakan
manifestasi sempurna dari citra Tuhan yang pada dirinya tercermin nama-nama dari sifat Tuhan secara
utuh.
Dosen merupakan subyek dan sekaligus obyek dalam
transformasi ilmu dan keterampilan. Dalam pemahaman yang lebih luas kiranya dosen harus terampil mengembangkan potensi yang
dimiliki mahasiswa yang mencakup potensi pisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan aspek kejiwaan lainnya.
Jika merujuk pada konsep
di atas maka manajemen pembelajaran mahasiswa tidak semata-mata kegiatan perkuliahan namun proses membantu
jalannya aktivitas intelektual dalam banyak dimensi kehidupan akademik kampus.
B. Fokus
Pembahasan
Penerapan manajemen
aktivitas intelektual kampus yang akan dijalankan perlu memperhatikan dua
pendekatan, yaitu: Pendekatan Kuantitatif (Quantitative approach) dan
Pendekatan Kualitatif (Qualitative approach) (Yeager dalam Imron, 2012).
C. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini telah menggunakan
pendekatan dengan instrumen yang telah
baku (standardized) yang dirancang untuk mendapatkan gambaran salah satu aspek
atau lebih kepada keadaan psikis seseorang. Sebelum melakukan pengukuran
psikologis sangat perlu dipahami asas, terutama prosedur pengukuran psikologis seperti di bawah ini:
1. Asas
yang ditaati dalam pengukuran
Instrumen yang digunakan harus memenuhi syarat sebagai alat ukur yang
baik (valid, reliable), dan mempunyai tingkat
kesukaran yang memadai dan mempunyai daya beda yang memadai pula.
2. Melakukan
pengukuran harus memperhatikan syarat-syarat yang baik, seperti syarat untuk
melakukan atau menggunakan alat ukur yang terstandar.
3. Data yang diperoleh melalui pengukuran
psikologis hendaknya diinterpretasikan atas dasar norma yang telah ditetapkan,
seperti norma umur, norma Z skor, atau T.Skor.
4. Pengukuran
yang dilakukan haruslah juga dapat menunjukkan posisi suatu individu pada
kelompoknya (Wayan Nurkancana, 1990).
D. Prosedur Pengukuran Psikologis
Untuk melakukan pengukuran
dapat dilaksanakan berbagai ragam cara, namun yang sering dilakukan adalah:
1. Pengukuran Dengan Teknik Tes
Pengukuran dengan teknik mempergunakan tes atau alat tes, atau disebut juga lembaran
tes yang dibuat oleh peneliti, atau bisa yang dibuat oleh guru. Kalau yang
dibuat oleh guru maka tentunya merujuk kepada pokok bahasan yang digunakan
(Anderson B Scarvia Cs, 2006).
Selain tes buatan guru, maka bisa dilakukan dengan Tes Standar, dalam
arti tes yang dibuat oleh asosiasi guru, atau yang dibuat oleh suatu lembaga.
Contoh seperti ini adalah: Tes Intlegensia, tes kepribadian, tes kecepatan, dan
sebagainya.
Sebelum menggunakan tes sebagai alat ukur, maka perlu juga dipahami bahwa
tes yang akan digunakan sudah memenuhi unsur tes yang baik, yaitu:
a. Memenuhi
uji validitas: yaitu tes yang dapat mengukur apa yang mau diukur, maka inilah yang mudah
dimengerti sebagai validitas. Istilah lainnya yang lebih mudah dipahami adalah
Kesahihan. Contoh proses validitas itu adalah: Bila kita ingin mengukur besarnya partisipasi siswa dalam proses
pembelajaran, maka kita bukan mengukur
nilai yang diperoleh siswa saja ketika ulangan. Akan tetapi, perlu dilihat lagi
melalui: Tingkat kehadirannya; Tingkat konsentrasinya dalam belajar; Tingkat kecepatan responnya dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan guru, ataupun tugas tugas yang diberikan
guru.
b. Memiliki
reliabilitas tes
Reliabilitas ini istilah yang sudah diserap ke bahasa Indonesia. Arti yang mudah
dipahami dari kata reliabilitas adalah dapat dipercaya. Suatu tes akan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apa bila
digunakan berkali-kali pada objek yang punya karakteristik yang
sama.
c. Objektivitas
Obyektivitas dalam evaluasi pendidikan dalam arti tidak adanya unsur
pribadi yang mempengaruhi hasil dari penilaian.
2. Pengukuran
Dengan Tidak Menggunakan Tes (Non Tes)
Mengukur
sesuatu obyek dengan tidak menggunakan tes tetapi menggunakan alat non
tes. Alat non tes itu berupa: observasi; pedoman wawancara; angket; sosiometri; dan studi dokumen.
a. Observasi
Upaya merekam/melihat secara langsung maupun tidak langsung kegiatan-kegiatan/fenomena yang sedang terjadi. Observasi adalah teknik yang sederhana yang
lebih menonjolkan keahlian, namun setiap pedoman observasi harus mengikuti proses 5
W + 1 H (Prayitno, 2010).
b. Wawancara
Merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab
secara lisan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam melaksanakan wawancara hendaknya
dapat dilakukan dalam suatu situasi yang rileks, terbuka, menyenangkan,
sehingga individu yang diwawancarai bebas dan terbuka memberikan keterangan.
c. Angket
Jika wawancara dilakukan dengan tanya jawab secara lisan maka dalam
angket tanya jawab tersebut dilakukan secara tertulis. Data yang ingin
dikumpulkan dijabarkan dalam bentuk pertanyaan secara tertulis dan
jawabannyapun harus dibubuhkan secara tertulis.
d. Perekaman
Yaitu merekam kejadian secara langsung dengan menggunakan alat, dapat dilakukan secara insidentil atau
direncanakan terlebih dahulu.
e. Sosiometri
Suatu metode mengumpulkan data tentang pola dan struktur hubungan antara
individu-individu dalam suatu kelompok. Sosiometri mula-mula dikembangkan
Moreno dan Jening (Wayan Nurkacana, 1990). Metode ini didasarkan atas postulat-postulat bahwa kelompok mempunyai struktur yang terdiri dari hubungan-hubungan
interpersonal yang kompleks. Hubungan ini dapat diukur secara kuantitatif ataupun
secara kualitatif.
f. Inventori
Merupakan alat untuk mengungkap keadaan pribadi seseorang anak didik
seperti mahasiswa, minat, sikap, kebiasaan, dan kegiatan sehari-hari. Kalau ingin
mengungkap masalah seseorang anak didik maka digunakan Daftar Pengungkapan
Masalah. Daftar itu akan berisi minimal beberapa indikator seperti:
1). Perkembangan
Jasmani dan Kesesehatan;
2). Keuangan,
keadaan lingkungan dan pekerjaan;
3). Kegiatan
sosial dan rekreasi;
4). Hubungan
muda-mudi, pacaran, dan perkawinan;
5). Hubungan
sosial kejiwaan;
6). Keadaan
pribadi kejiwaan;
7). Moral,
sopan santun, dan agama;
8). Keadaan
rumah dan keluarga;
9). Masa
depan, pendidikan, dan pekerjaan;
10).
Penyesuaian terhadap tugas-tugas sekolah;
11).
Kurikulum dan proses pengajaran (Depdikbud, 1984).
Selanjutnya, bila ingin mengungkap
sikap kebiasaan belajar maka digunakan Daftar PSKB yang menguraikan sebagai
berikut:
1). Minat
umum dalam belajar;
2). Sikap
terhadap mata ajar;
3). Sikap
terhadap guru/dosen;
4). Sikap
terhadap prosedur, suasana pengajaran dan penilaian;
5). Ketahanan,
kelenturan, ketabahan, dan ketekunan dalam belajar;
6). Cara-cara belajar menyangkut unsur waktu, tempat, perlengkapan, suasana, dan teknik
keterampilan mengajar. (Depdikbud, 1984)
g. Analisa
Hasil Belajar
Dapat dilakukan dengan Tes Hasil Belajar (diagnostik tes) dengan
menanyakan materi materi belajar yang diajarkan secara menyeluruh baik
kedaerahan, maupun regional, atau ansional. Dari hasil belajar maka kita lihat item item tes mana saja yang nilainya
rendah, dan selanjutnya untuk menentukan bahwa niali seseorang anak berada di
bawah rata rata maka dicari pula nilai rata rata kelas yaitu bisa dengan
Menjumlahkan angka yang diperoleh seluruh siswa baru dengan jumlah siswa. Dengan diketahuinya posisi nilai seseorang anak maka akan bisa
direncanakan Tindakan Apa Yang Diperlukan Untuk Mengatasi Kasusnya atau
masalahnya.
h. Riwayat
Hidup dan Catatan Harian
Dengan melihat riwayat hidup seseorang dan catatan-catatan hariannya yang
sudah berlalu maka bisa dianalisis kronologis kehidupannya.
i. Studi Dokumentasi
Dengan mempelajari dokumen-dokumen yang sudah ada data lengkap
tentang anak didik, seperti buku rapor, IP Kumulatif, buku induk, dan
seterusnya.
j. Studi Kasus
Studi kasus merupakan metode pengumpulan data yang bersifat menyeluruh
dan terpadu, dalam arti menggunakan berbagai pendekatan yang relevan. Penanganan dengan studi kasus dilakukan minimal dengan langkah-langkah
umum, yaitu: Menelusuri latar belakang kasus; Mengenal kasus dengan menyusun
deskripsinya; Merumuskan tujuan; Menghimpun fasilitas pendukung; Melaksanakan program; Mengontrol; dan Menyusun tindak lanjut (Prayitno,
2010).
Daftar Pustaka
1. Depdikbud.
Bimbingan dan Konseling Buku III E. Jakarta: Dirjen Dikti
2. Imron.A.
Cs. Manajemen Pendidikan: Analisa
Substantif dan Aplikasinya dalam Institusi Pendidikan. Malang, 2012.
3. Prayitno.
Bimbingan Konseling Di Sekolah. Jakarta:
Chalia Indonesia 2010.
4. Scarvia
B. Anderson, Samuel Ball. Richard T. Murphy
and Associates: Encyclopedia of Educational Evaluation. Yersey Bass, Inc
Publishers, San Fransisco, 2006.
5. Wayan
Nurkancana. Pemahaman Individu. Surabaya: Usaha Nasional, 1990.
0 Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda