Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

.

Hari Guru: Refleksi Hakikat Guru Menurut Ki Hajar Dewantara


Penulis: Sofwan Nashiruddin MZ, Guru Pondok Pesantren Modern KH. Ahmad Dahlan, Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan

 

Di Indonesia setelah kemerdekaan, tanggal 25 November diperingati Hari Guru. Peringatan ini dilaksanakan sebagai salah satu cara untuk menghargai jasa para guru. Peringatan ini di dasari dari kongres para guru yang diadakan di Surakarta pada tanggal 24 dan 25 November 1945.

Rakyat Indonesia, khususnya para guru, setiap tahunnya selalu merayakan hari ini dan bereuforia di dalamnya. Namun, di samping itu mereka kurang memaknai dan meresapi hakikat dari pada seorang guru. Walhasil banyak dari pada mereka menjadi guru hanya sekedar menjalani profesi saja, istilah zaman sekarang di sebut “Jadi guru? Jadilah… (dari pada tidak ada kerjaan)”

Nama Ki Hajar Dewantara sudah tidak asing lagi di telinga rakyat Indonesia. Ki Hajar Dewantara merupakan salah satu tokoh pendidikan nasional Indonesia. Salah satu pernyataannya yang terkenal adalah: “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” yang artinya, “Di depan memberi teladan atau contoh yang baik, di tengah membangun/memberikan gagasan, di belakang memberikan dorongan”

Ing Ngarsa Sung Tuladha

Ing Ngarsa Sung Tuladha, di depan memberikan tauladan atau contoh yang baik. Guru sebagai pelaku pendidikan bukan hanya dituntut untuk menyampaikan pengetahuan, tetapi lebih dari itu yakni memberikan atau mencontohkan tauladan yang baik kepada para murid. Ketika memperhatikan istilah pendidikan di dalam Undang-Undang  Republik Indonesia, salah satu aspek yang harus diperhatikan seorang guru adalah etika atau adab para peserta didik. Guru dituntut untuk merubah adab dari pada peserta didik yang awalnya tidak tahu menjadi tahu, yang awalnya tidak biasa menjadi terbiasa, yang awalnya tidak ikhlas menjadi ikhlas. Dalam pendidikan Islam mengajarkan atau memberikan tauladan yang baik disebut sebagai Ta’dib.


Ing Madya Mangun Karsa

Ing Madya Mangun Karsa, di tengah membangun/ memberikan gagasan. Selain memerhatikan aspek etika murid, guru juga dituntut untuk memerhatikan aspek akademiknya. Guru harus mampu memberikan gagasan-gagasan yang berpengaruh untuk masa depan muridnya. Makanya di dalam Undang-Undang Rebulik Indonesia disebutkan, ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, di antaranya kompetensi pedagogik dan kompetensi sosial. Guru harus menguasi kedua hal tersebut, supaya bisa membangun atau memberikan gagasan kepada murid-muridnya. Membangun atau memberikan gagasan di dalam pendidikan Islam disebut sebagai Ta’lim.

Tut Wuri Handayani

Tut Wuri Handayani, di belakang memberikan dorongan. Setelah memberikan tauladan yang baik dan gagasan, tugas guru selanjutnya adalah memberikan dorongan. Dorongan apa yang diberikan dalam hal ini? Yakni dorongan untuk menerapkan ilmu-ilmu pengetahuan dan etika yang telah dipelajari murid-muridnya. Kemudian bukan hanya dorongan saja yang diberi di sini, tetapi juga koreksi terhadap apa-apa yang dilakukan oleh murid-muridnya. Dalam pendidikan Islam memberikan dorongan disebut dengan Tarbiyyah.

Posting Komentar

0 Komentar

HEADLINE ARTIKEL

Cara Mengirimkan Artikel Publikasi di Majalah Pendidikan dan Dakwah