Penulis: Prof. Dr. Drs. H. Syafnan, M.PdGuru Besar Manajemen Pendidikan Islam UIN Syahada Padangsidimpuan
Pendahuluan
Apakah tema ini merupakan tugas dan tanggung jawab dosen UIN ? jawabnya
yang enak di dengar adalah: Melalui
gerakan memajukan UIN menjadi lebih maju, bermartabat, dan disegani
dunia yang mulai bergerak ke tingkat global dengan sendirinya akan ikut mencerahkan
Islam Semesta.
Sudah dapat dipahami bahwa memajukan UIN dan mencerahkan Islam Semesta
bukanlah hanya tanggung jawab UIN, tetapi malah tugas semua insan muslim dunia, institusi islam harus mengambil peran masing-masing sesuai dengan capacity masing masing.
UIN sudah banyak memulai hal itu betapapun masih jauh dari optimal.
Bagus juga kita sering bayangkan bagaimana sekiranya Indonesia tanpa UIN !
tanpa beribu dosen, tanpa berjuta mahasiswa untuk memajukan mencerahkan Islam,
maka sudah dapat diprediksi sangat signifikansi pengaruhnya bagi Islam semesta.
Kehadiran UIN bukan hanya sekedar untuk merentangkan merek dan spanduk
mulai dari kota sampai pedesaan. Akan tetapi, hal itu bukanlah tujuan, yang
jalan seperti itu bukanlah suatu tujuan, itu hanya simbol dan alat media untuk
mencerahkan kegiatan, dan yang sebenarnya adalah mencerdaskan pemahaman masyarakat dan meninggalkan buta huruf agama.
Berkenaan dengan peran yang sangat luas
itu, UIN sepertinya selalu hadir untuk memberikan solusi-solusi pada multi
persoalan untuk memajukan dan mencerahkan Islam semesta untuk mengisi kehidupan
umat Islam ke depan.
Melalui kegiatan kemahasiswaan baik di internal Perguruan Tinggi maupun
ikut mengisi kegiatan kolaborasi yang ada di lingkungan pemerintah maupun kegiatan
masyarakat sudah berjalan agak lama, dan akan menjadi kalender akademik yang
terus dimatangkan.
Untuk memajuan UIN agar ikut memajukan
Islam semesta! Dimana kegiatan utamanya mahasiswa di UIN tentunya harus dengan
menguasai Knowledge, menerapkan skill, menerapkan technology, menampakkan
prilaku beradab dan bermoral dalam setiap aktivitas ilmiah, dan dalam aktivitas ilmu pengetahuan.
Apakah beradab Anda
dulu? Baru berilmu?
Pameo Islam klasik “dengan mempelajari adab, maka engkau akan
mudah memahami ilmu" sepenting itukah beradab terlebih dahulu! Baru berilmu
kemudian? Mari kita lihat sumber berikut ini:
Rujukan utama kita cermati bahwa sebelum Allah Azzawajalla mewahyukan
sesuatu kepada Musa as di lembah Tuwa maka Allah berfirman: “lepaskanlah
kedua alas kakimu! sesungguhnya engkau sedang berada di lembah suci Tuwa." (Al – Qur’an. Surah Thaha: 12). Berdasarkan ayat ini maka Allah Azzawajalla mengingatkan Nabi Musa as akan
sebuah adab yaitu melepaskan alas kaki di lembah Suci Tuwa sebelum Allah
Azzawajalla mewahyukan sesuatu.
Rujukan
berikutnya pada kisah Rasulullah pernah berdo’a kepada Allah
Azzawajalla: “Ya Allah! tunjukkanlah kepadaku akhlak yang baik, tidak ada yang
dapat menunjukkannya kecuali Engkau, dan palingkanlah kejelekan akhlak dariku,
sesungguhnya tidak ada yang dapat memalingkan kecuali Engkau." (H.R.
Muslim no.771 dari Ali bin Abi Thalib).
Selanjutnya, Imam Malik Rahimahullah
pernah mengkisahkan: “Aku berkata kepada Ibuku: “aku akan pergi belajar." Ibuku berkata: "Kemarilah...! pakailah pakaian ilmu, lalu ibuku memakaikan
kepadaku mismarah (suatu jenis pakaian dan meletakkan peci di kepalaku),
kemudian memakaikan sorban di atas peciku itu. Setelah itu, Ibuku berpesan: "sekarang pergilah untuk belajar." (Muhammad Ahmad Al– Muqaddar Ibul Jauzi .
Audatul Hijaab 2/207. Koiro, Cet. Ke- 1.
1426 H Asy – Syamilah). Selanjutnya, setelah Imam Malik mengamalkan perintah Ibunya, maka Beliaupun membudayakan
kebiasaannya ini kepada Pemuda Quraisy seperti dalam ucapannya kepada pemuda
itu: “Hai Anak Saudaraku! belajarlah adab sebelum belajar ilmu." (kitab
Hiyatul Auliya 6/330).
Pentingnya
Beradab Sebelum Berilmu
Adab adalah tata cara dan moralitas yang
selaras dengan syari’at. Adab juga cerminan ihsan dalam estetika perbuatan kita
sehari-hari yang berkaitan dengan
aktivitas muraqabah (merasa selalu diawasi oleh Allah).
Di dalam Al-Qur’an, kata “khuluq" terdapat
dalam 3 ayat, yaitu: QS. Al-Qalam (68):
26, 40; QS. Al – Anfal (8): 137, tetapi sebagian
besar ayat dalam Al-Qur’an berbicara tentang akhlak atau disebut etika.
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
mulia.” (H.R. Ahmad). Dengan terlaksananya tugas mulia ini maka Allah
berfirman dalam QS Al-Qalam (68): “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar mempunyai akhlak yang agung.”
Berpedoman kepada sanjungan Allah ini
tentang pentingnya beradab yang agung, maka Adab yang dibangun pada diri
seseorang akan dapat: 1) membentengi manusia dari syirik, 2). Putus asa; 3)
boros (israf); serta 4). malas belajar.
Mengerti Klasifikasi
Adab
Klasifikasi Pertama: adab terhadab diri sendiri, maka dalam
konteks ini yang harus dipahami manusia adalah dirinya punya urusan yang
sangat penting setiap harinya dengan Allah yang menciptakannya" maka dengan
ketergantungan ini kita wajib mengingat Allah dan menyadari kehadiran Allah
dalam setiap perbuatan kita.
Klasifikasi
kedua: adab
terhadab semua yang ada dari luar
diri kita. Termasuklah adab terhadap guru/dosen, dan insan-insan yang
aktivitasnya banyak di Perguruan Tinggi, serta terhadap makhluk lainnya.
Menerapan Adab
di PTKIN
Setiap waktu perlu dicermati: Adab berteman
sesama mahasiswa. Teman berpotensi menentukan akhlak dan juga arah hidup
seorang mahasiswa. Rasulullah Saw bersabda: “Seorang yang duduk (berteman )
dengan orang saleh dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak
wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu, engkau bisa
membeli minyak wangi darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun
berteman dengan pandai besi! Jika
engkau tidak mendapati badanmu atau pakaianmu hangus terbakar, maka minimal
engkau mendapati baunya yang tidak enak. (HR. Bukhori nomor 2101). Selanjutnya, Rasulullah bersabda: “Seseorang akan mencocoki
kebiasaan teman karibnya. 0leh karena itu perhatikanlah siapa yang akan menjadi
teman karibmu!” (HR. Abu Daud no.4833; Tirmidzi no.2378; dan Ahmad no.
2:344).
Pepatah Arab juga ikut memberi masukan: “Seseorang itu bisa
dinilai dari teman dekatnya.” Agama seseorang itu adalah agama temannya. Ahli hikmah juga menuturkan: “Seseorang itu bisa dinilai dari
teman dekatnya.” Al-Fudhail bin 'Iyadh berkata: “Pandangan seseorang mukmin kepada mukmin
yang lain akan mengkilapkan hati." (Siyar
A’lam Annubala,” Imam Adz Dzahabi
8: 435, 2009)
Kesimpulannya bahwa teman
yang baik dapat berpengaruh untuk menguatkan iman, dan terus beristiqomah karena kita
akan terpengaruh dengan kelakuan baiknya untuk beramal.
Taaruf. Taaruf (ta’aruf) adalah sarana untuk mengenal kawan dan
memilih kawan. Dengan ta’aruf diharapkan akan muncul sikap positif dalam diri
seseorang, seperti sikap Tafahum (saling memahami); sikab Ta’awun (saling
menolong); dan sikap saling menjamin (Tadhamun). Ta’aruf diterapkan
untuk saling memberikan informasi yang umum dan resmi, dan tidak
menanyakan sesuatu yang sifatnya privasi atau sesuatu yang sensitif.
Setia Kawan. Kesetiakawanan kepada teman adalah amanat. Teman yang baik
akan bersikap setia kawan. Sungguh bersahabat dengan orang orang yang saleh
adalah nikmat yang sangat besar. Khalifah Umar bin Khattab berkata:
“Tidaklah seseorang diberi kenikmatan setelah Islam yang lebih baik dari pada
kenikmatan memilih saudara semuslim yang saleh. Apabila engkau dapati seseorang
saleh maka peganglah erat-erat.”
Saling
Meringankan. Saling meringankan ini perlu merujuk kepada Sunnah Rasulullah
SAW: “Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari berbagai
kesulitan-kesulitan dunia! niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang
kesulitan! niscaya Allah memudahkan
baginya di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka
Allah akan tutupkan aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hamba-Nya
selama hamba-Nya menolong saudaranya.
Siapa yang menempuh
jalan untuk mendapatkan ilmu Allah! maka akan mudah baginya jalan ke syurga.
Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah
satu rumah Allah untuk membaca kitab-kitab Allah dan mempelajarinya di antara
mereka, niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada
mereka rahmat, dan mereka dikelilingi malaikat, serta Allah sebut-sebut mereka
kepada makhluk di sisinya. Siapa yang lambat amalnya, maka bagusya nasab tidak
dapat mengejar ketertinggalan amal. (HR. Muslim no. 2699).
Tidak Melakukan
Bullying (Perundungan). Prilaku
tidak menyakiti orang lain baik menyentuh fisik, verbal, maupun sosial.
Rasulullah SAW bersabda: “Setiap Muslim itu haram atas Muslim yang lain:
darahnya, hartanya, dan kehormatannya (HR. Muslim No. 2564). Lebih lanjut
disabdakan Rasulullah SAW: “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang
lainnya. Ia tidak boleh menzaliminya, merendahkannya, dan tidak pula
meremehkannya. Takwa adalah: di sini! kata Rasulullah seraya menundukkan
dadanya sampai tiga kali. Kemudian, Beliau bersabda lagi: “Cukuplah seseorang
dikatakan buruk bila meremehkan saudaranya sesama Muslim. Seorang Muslim
terhadap Muslim yang lain: haram darahnya, kehormatannya, dan hartanya. (HR.
Ahmad No. 8722).
Tidak melakukan
Body Shaming. Body
Shaming adalah prilaku mengkritik atau mengomentari pisik atau tubuh diri
sendiri maupun orang lain dengan cara yang negatif atau komentar terhadab tubuh
yang sifatnya seksual. Mengejek tubuh gendut, kurus, pendek, atau tinggi itu
sama seperti saat Anda melakukan bullying secara verbal. Islam melarang
pelakunya untuk melakukan penghinaan kepada orang lain, dan itulah body shaming
yaitu termasuk di antara jenis penghinaan.
Allah
berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain! (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok ) itu lebih
baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) boleh jadi yang demikian! dimana wanita-wanita (yang mengolok-olok) jauh
lebih hina dari yang diolok-olok. Janganlah kamu mencela dirimu sendiri (maksudnya janganlah kamu mencela dirimu, dan menghina dirimu sendiri). Dan
janganlah kamu memanggil-manggil orang lain dengan gelar (yang buruk). Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk (fasik) sesudah iman. Dan barang
siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS.
Al-Hujurat [49]: 11).
Daftar Pustaka
1.
Kementerian Agama RI, Al-Qur'an Kemenag: QS. Thaha: 12; QS. Al-Qalam (68): 26, 40; QS. Al –Anfal (8): 137; QS. Al-Qalam (68); QS. Al-Hujurat [49]: 11.
2.
H.R. Muslim no.771 dari Ali bin
Abi Thalib; HR. Bukhori nomor 2101; HR.
Abu Daud no.4833; Tirmidzi no.2378; dan Ahmad no. 2:344; HR. Muslim no.
2699; . dan HR. Muslim No. 2564.
3.
Muhammad Ahmad Al – Muqaddar Ibul Jauzi
. Audatul Hijaab 2/207. Koiro.
4. Kitab Hiyatul Auliya 6/330.
5.
Siyar
A’lam Annubala”, Imam Adz Dzahabi
8: 435, 2009.
0 Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda