Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

.

Memajukan UIN Mencerahkan Islam Semesta


Penulis: Prof. Dr. Drs. H. Syafnan, M.Pd
Guru Besar Manajemen Pendidikan Islam UIN Syahada Padangsidimpuan
 
Pendahuluan
Apakah tema ini merupakan tugas dan tanggung jawab dosen UIN ? jawabnya yang enak di dengar adalah: Melalui  gerakan memajukan UIN menjadi lebih maju, bermartabat, dan disegani dunia yang mulai bergerak ke tingkat global dengan sendirinya akan ikut mencerahkan Islam Semesta.
 
Sudah dapat dipahami bahwa memajukan UIN dan mencerahkan Islam Semesta bukanlah hanya tanggung jawab UIN, tetapi malah tugas semua insan muslim dunia, institusi islam harus mengambil peran masing-masing sesuai dengan capacity masing masing. UIN sudah banyak memulai hal itu betapapun masih jauh dari optimal.
 
Bagus juga kita sering bayangkan  bagaimana sekiranya Indonesia tanpa UIN ! tanpa beribu dosen, tanpa berjuta mahasiswa untuk memajukan mencerahkan Islam, maka sudah dapat diprediksi sangat signifikansi pengaruhnya bagi Islam semesta.
 
Kehadiran UIN bukan hanya sekedar untuk merentangkan merek dan spanduk mulai dari kota sampai pedesaan. Akan tetapi, hal itu bukanlah tujuan, yang jalan seperti itu bukanlah suatu tujuan, itu hanya simbol dan alat media untuk mencerahkan kegiatan, dan yang sebenarnya adalah mencerdaskan pemahaman masyarakat dan meninggalkan buta huruf agama.
 
Berkenaan dengan peran yang sangat luas itu, UIN sepertinya selalu hadir untuk memberikan solusi-solusi pada multi persoalan untuk memajukan dan mencerahkan Islam semesta untuk mengisi kehidupan umat Islam ke depan.
 
Melalui kegiatan kemahasiswaan baik di internal Perguruan Tinggi maupun ikut mengisi kegiatan kolaborasi yang ada di lingkungan pemerintah maupun kegiatan masyarakat sudah berjalan agak lama, dan akan menjadi kalender akademik yang terus dimatangkan.
 
Untuk memajuan UIN agar ikut memajukan Islam semesta! Dimana kegiatan utamanya mahasiswa di UIN tentunya harus dengan menguasai Knowledge, menerapkan skill, menerapkan technology, menampakkan prilaku beradab dan bermoral dalam setiap aktivitas ilmiah,  dan dalam aktivitas  ilmu pengetahuan.
 

Apakah beradab Anda dulu? Baru berilmu?

Pameo Islam klasik  “dengan mempelajari adab, maka engkau akan mudah memahami ilmu" sepenting itukah beradab terlebih dahulu! Baru berilmu kemudian? Mari kita lihat sumber berikut ini:
Rujukan utama kita cermati bahwa sebelum Allah Azzawajalla mewahyukan sesuatu kepada Musa as di lembah Tuwa maka Allah berfirman: “lepaskanlah kedua alas kakimu! sesungguhnya engkau sedang berada di lembah suci Tuwa."  (Al – Qur’an. Surah Thaha: 12). Berdasarkan ayat ini maka Allah Azzawajalla mengingatkan Nabi Musa as akan sebuah adab yaitu melepaskan alas kaki di lembah Suci Tuwa sebelum Allah Azzawajalla mewahyukan sesuatu.
 
Rujukan berikutnya pada kisah Rasulullah pernah berdo’a kepada Allah Azzawajalla: “Ya Allah! tunjukkanlah kepadaku akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukkannya kecuali Engkau, dan palingkanlah kejelekan akhlak dariku, sesungguhnya tidak ada yang dapat memalingkan kecuali Engkau." (H.R. Muslim no.771 dari Ali bin Abi Thalib).
 
Selanjutnya, Imam Malik Rahimahullah pernah mengkisahkan: “Aku berkata kepada Ibuku: “aku akan pergi belajar." Ibuku berkata: "Kemarilah...! pakailah pakaian ilmu, lalu ibuku memakaikan kepadaku mismarah (suatu jenis pakaian dan meletakkan peci di kepalaku), kemudian memakaikan sorban di atas peciku itu. Setelah itu, Ibuku berpesan: "sekarang pergilah untuk belajar." (Muhammad Ahmad Al– Muqaddar Ibul Jauzi . Audatul Hijaab 2/207.  Koiro, Cet. Ke- 1. 1426 H  Asy – Syamilah). Selanjutnya, setelah Imam Malik mengamalkan perintah Ibunya, maka Beliaupun membudayakan kebiasaannya ini kepada Pemuda Quraisy seperti dalam ucapannya kepada pemuda itu: “Hai Anak Saudaraku! belajarlah adab sebelum belajar ilmu." (kitab Hiyatul Auliya 6/330).
 

Pentingnya Beradab Sebelum Berilmu

Adab adalah tata cara dan moralitas yang selaras dengan syari’at. Adab juga cerminan ihsan dalam estetika perbuatan kita sehari-hari  yang berkaitan dengan aktivitas muraqabah (merasa selalu diawasi oleh Allah).
 
Di dalam Al-Qur’an, kata “khuluq" terdapat dalam 3 ayat, yaitu:  QS. Al-Qalam (68): 26, 40;  QS. Al – Anfal (8): 137, tetapi sebagian besar ayat dalam Al-Qur’an berbicara tentang akhlak atau disebut etika. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (H.R. Ahmad). Dengan terlaksananya tugas mulia ini maka Allah berfirman dalam QS Al-Qalam (68): “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar mempunyai akhlak yang agung.”
 
Berpedoman kepada sanjungan Allah ini tentang pentingnya beradab yang agung, maka Adab yang dibangun pada diri seseorang akan dapat: 1) membentengi manusia dari syirik, 2). Putus asa; 3) boros (israf); serta 4). malas belajar.
 
Mengerti Klasifikasi Adab
Klasifikasi Pertama: adab terhadab diri sendiri, maka dalam konteks ini yang harus dipahami manusia adalah dirinya punya urusan yang sangat penting setiap harinya dengan Allah  yang menciptakannya" maka dengan ketergantungan ini kita wajib mengingat Allah dan menyadari kehadiran Allah dalam setiap perbuatan kita.
 
Klasifikasi kedua:  adab  terhadab semua  yang ada dari luar diri kita. Termasuklah adab terhadap guru/dosen, dan insan-insan yang aktivitasnya banyak di Perguruan Tinggi, serta terhadap makhluk lainnya.
 

Menerapan Adab di PTKIN

Setiap waktu perlu dicermati: Adab berteman sesama mahasiswa. Teman berpotensi menentukan akhlak dan juga arah hidup seorang mahasiswa. Rasulullah Saw bersabda: “Seorang yang duduk (berteman ) dengan orang saleh dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu, engkau bisa membeli minyak wangi darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan  pandai besi! Jika engkau tidak mendapati badanmu atau pakaianmu hangus terbakar, maka minimal engkau mendapati baunya yang tidak enak. (HR. Bukhori nomor 2101). Selanjutnya, Rasulullah bersabda: “Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. 0leh karena itu perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karibmu!” (HR. Abu Daud no.4833; Tirmidzi no.2378; dan Ahmad no. 2:344).
 
Pepatah Arab juga ikut memberi masukan: “Seseorang itu bisa dinilai dari teman dekatnya.” Agama seseorang itu adalah agama temannya. Ahli hikmah juga menuturkan: “Seseorang itu bisa dinilai dari teman dekatnya.” Al-Fudhail bin 'Iyadh berkata:  “Pandangan seseorang mukmin kepada mukmin yang lain akan mengkilapkan hati." (Siyar  A’lam Annubala,”  Imam Adz Dzahabi 8: 435, 2009)

Kesimpulannya bahwa teman yang baik dapat berpengaruh untuk menguatkan iman, dan terus beristiqomah karena kita akan terpengaruh dengan kelakuan baiknya untuk beramal.

Taaruf. Taaruf (ta’aruf) adalah sarana untuk mengenal kawan dan memilih kawan. Dengan ta’aruf diharapkan akan muncul sikap positif dalam diri seseorang, seperti sikap Tafahum (saling memahami); sikab Ta’awun (saling menolong); dan sikap saling menjamin (Tadhamun). Ta’aruf diterapkan  untuk saling memberikan informasi yang umum dan resmi, dan tidak menanyakan sesuatu yang sifatnya privasi atau sesuatu yang sensitif.

Setia Kawan. Kesetiakawanan kepada teman adalah amanat. Teman yang baik akan bersikap setia kawan. Sungguh bersahabat dengan orang orang yang saleh adalah nikmat yang sangat besar. Khalifah Umar bin Khattab berkata: “Tidaklah seseorang diberi kenikmatan setelah Islam yang lebih baik dari pada kenikmatan memilih saudara semuslim yang saleh. Apabila engkau dapati seseorang saleh maka peganglah erat-erat.”

Saling Meringankan. Saling meringankan ini perlu merujuk kepada Sunnah Rasulullah SAW: “Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia! niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan! niscaya Allah  memudahkan baginya di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan tutupkan aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya.

Siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu Allah! maka akan mudah baginya jalan ke syurga. Tidaklah suatu kaum berkumpul  di salah satu rumah Allah untuk membaca kitab-kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat, dan mereka dikelilingi malaikat, serta Allah sebut-sebut mereka kepada makhluk di sisinya. Siapa yang lambat amalnya, maka bagusya nasab tidak dapat mengejar ketertinggalan amal. (HR. Muslim no. 2699).

Tidak Melakukan Bullying (Perundungan). Prilaku tidak menyakiti orang lain baik menyentuh fisik, verbal, maupun sosial. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap Muslim itu haram atas Muslim yang lain: darahnya, hartanya, dan kehormatannya (HR. Muslim No. 2564). Lebih lanjut disabdakan Rasulullah SAW: “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lainnya. Ia tidak boleh menzaliminya, merendahkannya, dan tidak pula meremehkannya. Takwa adalah: di sini! kata Rasulullah seraya menundukkan dadanya sampai tiga kali. Kemudian, Beliau bersabda lagi: “Cukuplah seseorang dikatakan buruk bila meremehkan saudaranya sesama Muslim. Seorang Muslim terhadap Muslim yang lain: haram darahnya, kehormatannya, dan hartanya. (HR. Ahmad No. 8722).

Tidak melakukan Body Shaming. Body Shaming adalah prilaku mengkritik atau mengomentari pisik atau tubuh diri sendiri maupun orang lain dengan cara yang negatif atau komentar terhadab tubuh yang sifatnya seksual. Mengejek tubuh gendut, kurus, pendek, atau tinggi itu sama seperti saat Anda melakukan bullying secara verbal. Islam melarang pelakunya untuk melakukan penghinaan kepada orang lain, dan itulah body shaming yaitu termasuk di antara jenis penghinaan.

Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain! (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok ) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) boleh jadi yang demikian! dimana wanita-wanita (yang mengolok-olok) jauh lebih hina dari yang diolok-olok. Janganlah kamu mencela dirimu sendiri (maksudnya janganlah kamu mencela dirimu, dan menghina dirimu sendiri). Dan janganlah kamu memanggil-manggil orang lain dengan gelar (yang buruk). Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk (fasik) sesudah iman. Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujurat [49]: 11).

Daftar Pustaka

1.      Kementerian Agama RI, Al-Qur'an Kemenag: QS. Thaha: 12;  QS. Al-Qalam (68): 26, 40;  QS. Al –Anfal (8): 137; QS. Al-Qalam (68); QS. Al-Hujurat [49]: 11.

2.      H.R. Muslim no.771 dari Ali bin Abi Thalib; HR. Bukhori nomor 2101;  HR. Abu Daud no.4833; Tirmidzi no.2378; dan Ahmad no. 2:344; HR. Muslim no. 2699; . dan HR. Muslim No. 2564.

3.      Muhammad Ahmad Al – Muqaddar Ibul Jauzi . Audatul Hijaab 2/207.  Koiro.

4.      Kitab Hiyatul Auliya 6/330.

5.      Siyar  A’lam Annubala”,  Imam Adz Dzahabi 8: 435, 2009.

Posting Komentar

0 Komentar

HEADLINE ARTIKEL

Cara Mengirimkan Artikel Publikasi di Majalah Pendidikan dan Dakwah