Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

.

Peran Pendidikan Anak, Antara Sekolah dan Orang Tua

Penulis: Idam Kholid, M.Pd
Dosen Pendidikan Bahasa Arab, FTIK UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan

 

Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai suatu upaya untuk memajukan bertumbuhnya pendidikan budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran, serta tubuh anak. Dalam arti yang lain mendidik anak berarti melakukan upaya konkret untuk menciptakan anak yang berakhlak mulia, cerdas, dan sehat jasmaninya.

Kebanyakan orang beranggapan bahwa mendidik anak adalah berarti mengantarkannya masuk sekolah. Anak tersebut diserahkan ke guru, dan orangtua bertugas mencari nafkah serta memenuhi segala kebutuhan termasuk biaya pendidikannya. Ketika si anak pulang sekolah proses pendidikan dianggap telah selesai dan proses tersebut akan dilanjutkan pada hari berikutnya. Demikianlah hari demi hari, anak berangkat sekolah memakai seragam, menyandang buku yang banyak, menjumpai guru – guru dan bermain bersama teman – temannya. Sambil sesekali orang tua berpesan “Nak, belajar yang rajin ya Nak, patuh sama guru agar kelak menjadi orang yang hebat”. Ketika anak berada di rumah yang selalu disampaikan orang tua ke anak adalah Nak, jangan lupa makan!  Nak, tidur siang dulu! Nak, mandi dulu sana! Nak, PR-nya udah siap?

Hal yang bagus jika meyakinkan pendidikan anak ke sekolah, dan bagus juga jika anak senantiasa diberi sugesti untuk menjadi orang yang hebat di masa depan. Namun, yang jadi pertanyaan bagi orang tua adalah, apakah cukup dengan hanya mengandalkan sekolah untuk pendidikan anak? Apakah anak masuk sekolah bertujuan agar dia menjadi seorang yang hebat saja?

Dari 24 jam kehidupan anak, anak SD menghabiskan sekitar 4 jam di sekolah, anak SMP menghabiskan sekitar 5 jam di sekolah, anak SMA menghabiskan sekitar 6 jam di sekolah, sisa waktunya anak – anak tersebut tersebut pulang ke rumah dikembalikan ke dalam pengawasan orang tua. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa ternyata anak  yang dididik oleh para guru di sekolah bukan satu dua saja tapi bergabung dengan puluhan bahkan ratusan anak lainnya. Sungguh tidak bijak  rasanya jika pendidikan anak diandalkan sepenuhnya ke pihak sekolah.

Pendidikan anak seyogyanya adalah kewajiban orang tua, adapun sekolah adalah fasilitas tambahan yang disediakan oleh masyarakat atau negara untuk mencapai tujuan pendidikan bersama. Rasulullah SAW bersabda:

 كلُّ مولودٍ يولَدُ على الفطرةِ فأبواه يُهوِّدانِه أو يُنصِّرانِه أو يُمجِّسانِه

Artinya: “setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih, kedua oang tuanya lah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, maupun Majusi”. Hadits tersebut bermaksud menegaskan bahwa orang tua adalah aktor utama dalam membentuk jati diri  seorang anak. Dengan kata lain, kualitas  karakter seorang anak berikut pengetahuan serta kesehatan jasmani dan rohaninya adalah berada dalam kendali orang tua.

Jadi ayah bunda, mendidik anak bukan di sekolah saja. Peran orang tua adalah sangat dibutuhkan dalam membentuk masa depan anak. Bagi yang baru menyadari hal ini mungkin sebaiknya mulailah memberikan mereka sentuhan – sentuhan ataupun sugesti mendidik yang sesungguhnya akan lebih berdampak dan membekas dalam memori mereka. Ketika meraka berada di rumah bukan sekedar menanyakan mereka tentang makan, mandi, tidur, ataupun PR, tetapi mulailah kita memunculkan proses internalisasi nasehat dan tauladan terhadap mereka, terutama dalam hal menumbuhkan karakter serta pengetahuan agama mereka. 

Orang tua membiasakan menyampaikan ungkapan “sudah shalat kamu nak?” “Kamu harus jujur kapan dan dimanapun, ya Nak!” “Di masa depan kamu harus menjadi orang yang bermanfaat ya Nak! Apapun profesimu! “Nak, kalau main dengan teman sebaiknya kamu harus bisa menginspirasi melakukan hal yang baik ya Nak!”  dan ungkapan lain yang dianggap dapat membangun karakter positif anak.

Pesan dari tulisan  ini adalah, jangan lagi orang tua tidak peduli mendidik anak sebab merasa sudah diserahkan ke sekolah. Jangan lagi orang tua hanya fokus membangun pengetahuan, serta keterampilan anak tapi luput dari membangun karakter dan pengetahuan agama mereka. Jangan lagi orang tua membiarkan karakter anaknya dibentuk oleh orang yang “tak jelas” di luar rumah. Jangan lagi orang tua membiarkan anaknya dididik oleh warnet dan game online. Jangan lagi orang tua membiarkan anaknya dibesarkan oleh sosial media. Karena, usia belia adalah kesempatan emas untuk menciptakan generasi beriman, beretika, sehat, dan menguasai ilmu pengetahuan insyaallah. Wallahul muwaffiq.


Posting Komentar

0 Komentar

HEADLINE ARTIKEL

Cara Mengirimkan Artikel Publikasi di Majalah Pendidikan dan Dakwah