Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

.

Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus dan Implikasinya Dalam Pembelajaran

Gambar ilustrasi: Anak berkebutuhan khusus. Sumber: Divyy Research clinic. http://divyyresearchclinic.com/special-children.php

 
Penulis: Prof. Dr. Drs. Syafnan, M.Pd
Guru Besar Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)
Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan 

 

Bagian 1.

Pada zaman Renaissance, anak yang tergolong “cacat” dianggap sebagai orang yang kemasukan roh-roh jahat (setan), dan diperlakukan dengan sangat tidak adil. Pada zaman tersebut anak-anak cacat disia-siakan, dihina, bahkan diperlakukan secara tidak manusiawi. Banyak di antara mereka yang kemudian dikurung, diikat, bahkan juga dipasung.

Perubahan sikap yang lebih positif terhadap anak-anak yang dianggap “cacat” tersebut baru bergeser pada abad ke-16. Beberapa rumah sakit di Paris mulai memberikan threatment khusus pada penderita gangguan emosional, setelah itu munculah nama John Locke yang dikenal sebagai orang pertama yang membedakan penderita keterbelakangan mental dengan gangguan emosional.

Pada abad ke-18, seorang ahli berkebangsaan Perancis yakni Jean Marc Itard, yang mulai meneliti metode pendidikan bagi anak luar biasa. Akhirnya terjadi pergeseran pengertian dari anak “cacat” menjadi anak “luar biasa”, atau yang terakhir ini lebih dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus (children with special needs).

A.      Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Suran dan Rizzo (1979) dalam Mangunsong (1998) bahwa anak berkebutuhan khusus (children with special needs) adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial, terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan (kebutuhan), dan potensinya secara maksimal.

Selanjutnya, Gearheart (1981) mendefinisikan anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan persyaratan pendidikan yang berbeda dari rata-rata anak normal, dan untuk belajar secara efektif memerlukan program, pelayanan, fasilitas, dan materi khusus. Lebih lanjut, Mangunsong (1998) mempertegas bahwa anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang menyimpang rata-rata dari anak normal dalam hal: ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, fisik, neuromuskular, perilaku sosial dan emosional. Pembeda lain, kemampuan berkomunikasi maupun kombinasi dua atau lebih dari ciri-ciri di atas.

Kesimpulannya, anak berkebutuhan khusus, adalah anak yang secara rata-rata berbeda dengan anak-anak normal baik secara fisik, psikologis, kognitif, maupun sosio emosional. Bahkan anak-anak yang berbakat dengan intelegensi yang tinggi, dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional.

B.       Faktor-faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus

Faktor penyebab terjadinya anak berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan atas tiga periode kehidupan anak, yaitu:

1.    Sebelum kelahiran

Faktor yang menyebabkan anak berkebutuhan khusus sebelum proses kelahiran adalah:  (1) Gangguan Genetika (Kelainan Kromosom), salah satu akibat dari kelainan kromosom adalah bayi yang dilahirkan sindrom down; (2) Infeksi Kehamilan, infeksi saat hamil dapat mengakibatkan cacat pada janin; (3) Usia Ibu Hamil (high risk group), dimana ada beberapa hal yang menyebabkan ibu beresiko hamil, antara lain: riwayat kehamilan dan persalinan yang sebelumnya kurang baik (misalkan, riwayat keguguran, pendarahan pasca kelahiran, lahir mati); tinggi badan ibu hamil kurang dari 145 cm; ibu hamil yang kurus/berat badan kurang; usia ibu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun; sudah memiliki 4 anak atau lebih; jarak antara dua kehamilan kurang dari 2 tahun; ibu menderita anemia atau kurang darah; tekanan darah yang meninggi dan sakit kepala hebat dan adanya bengkak pada tungkai; kelainan letak jamin atau bentuk panggul ibu tidak normal; riwayat penyakit kronik seperti diabetes, darah tinggi, asma dan lain-lain; (4) Keracunan Saat Hamil, Keracunan kehamilan sering disebut Preeclampsia (pre-e-klam-si-a) atau toxemia adalah suatu gangguan yang muncul pada masa kehamilan, umumnya terjadi pada usia kehamilan di atas 20 minggu. Resiko lebih tinggi terjadi pada wanita yang memiliki banyak anak, ibu hamil usia remaja, dan wanita hamil di atas usia 40 tahun; (5) Lahir Premetur, yaitu bayi yang lahir kurang bulan menurut masa gestasi (usia kehamilannya). Adapun masa gestasi normal adalah 38-40 minggu. Dengan  demikian bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum masa gestasi si ibu mencapai 38 minggu.

2.    Selama proses kelahiran

Setiap ibu berharap mengalami proses melahirkan yang normal dan lancar. Berikut ini  akan dibahas bebrapa proses kelahiran yang dapat menyebabkan anak berkebutuhan khusus, antara lain: (1) Proses kelahiran lama (Anoxia), prematur, kekurangan oksigen, proses melahirkan yang lama dapat mengakibatkan bayi kekurangan oksigen; (2) Kelahiran dengan alat bantu vacum, yaitu suatu persalinan buatan dengan cara menghisap bayi agar keluar lebih cepat. Vacum ini dikhawatirkan membuat kepala bayi terjepit sehingga akan terjadi gangguan pada otak; (3) Kehamilan terlalu lama (> 40 minggu), kehamilan yang terlalu lama dikhawatirkan membuat keadaan bayi di dalam rahim mengalami dan keracunan air ketuban.

3.    Setelah kelahiran

Setelah proses kelahiranpun tidak otomatis bayi aman dari kelainan yang mengakibatkan nanti anak menjadi berkebutuhan khusus. Berikut beberapa hal menyebabkan anak berkebutuhan khusus tersebut, antara lain: (1) penyakit infeksi bakteri (TBC) atau virus, penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mokobakterium tuberkulosa yang menyerang paru-paru. Setelah proses kelahiran, bayi dikhawatirkan terserang bakteri atau virus yang dapat menyebabkan penyakit tertentu dan menyebabkan kelainan pada anak secara fisik maupun mental: (2) kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi), gizi merupakan unsur yang sangat penting di dalam tubuh. Dapat dibayangkan jika bayi mengalami kekurangan gizi, kelainan yang akan dialami anak mencakup kelainan fisik, mental, bahkan perilaku. Kareana gizi harus dipenuhi setelah anak lahir, baik dari ASI dan juga nutrisi makanannya; (3) Kecelakaan, umumnya kecelakaan terjadi pada bayi karena jatuh, tergores benda tajam, atau tanpa sengaja menelan obat-obatan dan bahan kimia yang diletakkan di sembarang tempat; (4) Bencana alam,  yang membuat anak trauma sehingga membuat anak berkebutuhan khusus.

A.      Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus

Secara garis besar anak-anak berkebutuhan khusus dapat dibedakan atas tiga bagian, yaitu (1) Anak-anak berkelainan fisik, (2) Anak-anak berkelainan mental emosional, dan (3) Anak-anak berkelainan akademik.

1.         Anak-anak Berkelainan Fisik

Anak-anak berkelainan fisik terdiri dari tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.

a.         Tunanetra

Anak tunanetra adalah anak-anak yang mengalami kelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang dinyatakan dengan tingkat ketajaman penglihatan atau visis sentralis di atas 20/200 dan secara pedagogis membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnya di sekolah.

Ada dua kategori besar yang tergolong dengan kehilangan kemampuan penglihatan, yaitu: (1) Low vision, orang yang mengalami kesulitan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya yang berkaitan dengan penglihatan namun dapat menyelesaikan tugas tersebut dengan menggunakan strategi pendukung penglihatan, melihat dari dekat, penggunaan alat-alat bantu dan juga modifikasi lingkungan sekitar; (2) Kebutaan, orang yang kehilangan kemampuan penglihatan atau hanya memili kemampuan untuk mengetahui adanya cahaya atau tidak.

Ciri-ciri tunanetra adalah:

v   Tidak mampu melihat,

v   Tidak mampu mengenali pada jarak 6 meter,

v   Kerusakan nyata pada kedua bola mata,

v   Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,

v   Mengalami kesulitan saat mengambil benda kecil di sekitarnya,

v   Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik/kering,

v   Peradangan hebat pada kedua bola mata, dan

v   Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak, antara lain mata bergoyang.

 Beberapa karakteristik anak-anak tunanetra adalah:

v   Fisik, adanya kelainan pada indera penglihatan.

v   Kemampuan akademik, tidak brbeda dengan anak normal pada umumnya.

v   Motorik, kurang dapat melakukan mobilitas secara umum.

v   Sosial-emosional, mudah tersinggung dan bersifat verbalism yaitu dapat bicara tetapi tidak tahu nyatanya.

        Kondisi tersebut membuat anak tunanetra lebih terlihat memiliki sikap: Curiga yang berlebihan pada orang lain, ini desebabkan oleh kekurang mampuannya dalam berorientasi terhadap lingkungannya. Mudah tersinggung, akibat pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan atau mengecewakan yang sering dialami, menjadikan anak-anak tunanetra mudah tersinggung. Ketergantungan pada orang lain. Anak-anak tunanetra umumnya memiliki sikap ketergantungan yang kuat pada oranglain dalam aktivitas kehidpan sehari-hari. Kondisi yang demikian umumnya wajar terjadi pada anak-anak tunanetra berkenan dengan keterbatasan yang ada pada dirinya.

b.        Tunarungu

Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidak berfungsinya organ perdengaran atau telinga seseorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka memiliki karakteristik yang khas, berbeda dari anak-anak normal pada umumnya.

Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bayi, tunarungu dapat diklasifikasikan ke dalam empata kategori, yaitu: (1) Tunarungu ringan, yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB (decibel. disingkat dB, ukuran untuk intensitas/tekanan pada bunyi). Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan; (2) Tunarungu sedang,  yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi   dengan intensitas 40-65 dB. Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid); (3) Tunarungu berat, yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB. Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar; dan (4) Tunarungu parah, yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras. Percakapan normal tidak mungkin baginya, ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu, sangat bergantung pada komunikasi visual.

Ciri-ciri anak yang tunarungu adalah:

v  Tidak mampu mendengar,

v  Terlambat perkembangan bahasa,

v  Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,

v  Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara,

v  Ucapan kata tidak jelas,

v  Kualitas suara aneh/monotan,

v  Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar,

v  Banyak perhatian terhadap getaran,

v  Keluar nanah dari kedua telinga,

v  Terdapat kelainan organis telinga.

Beberapa karakteristik anak tunarungu, diantaranya adalah:

v  Fisik, kesal lahiriah tidak menampakkan adanya kelainan pada anak.

v  Kemampuan akademik, tidak berbeda dengan keadaan anak-anak normal pada umumnya.

v  Motorik, sering anak tunarungu kurang memiliki keseimbangan motorik dengan baik.

v  Sosial-emosional, sering memperlihatkan rasa curiga yang berlebihan dan mudah tersinggung.

c.         Tunadaksa

Anak tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami kelainan fisik, atau cacat tubuh, yang mencakup kelainan anggota tubuh maupun yang mengalami kelainan anggota gerak dan kelumpuhann yang disebabkan karena kelainan yang ada di syaraf pusat atau otak, disebut sebagai celebral palesy (CP).

Ciri-ciri anak tunadaksa adalah:

v   Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,

v   Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur / tidak terkendalikan),

v   Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurnalebih kecil dari baisa.

v   Terdapat cacat pada alat gerak

v   Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,

v   Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal

Selanjutnya, karakteristik anak tunadaksa adalah sebagai berikut:

v   Fisik, jelas menampakkan adanya kelainan baik fisik, maupun motorik.

v   Kemampuan akademik, untuk tunadaksa ringan tidak berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Sedangkan untuk tunadaksa berat terutama bagi anak yang mengalami gangguan neuro-muscular sering disertai dengan keterbelakangan mental.

v   Motorik, banyak tunadaksa yang mengalami gangguan motorik baik motorik kasa maupun motorik halus.

v   Sosial-emosional, anak tunadaksa memiliki kecenderungan rasa rendah diri (minder) dalam pergaulan dengan orang lain.

 

2.         Anak-anak berkelainan mental emosional

Anak-anak berkelainan mental emosional terdiri dari anak tunagrahita, dan tunalaras.

a.         Tunagrahita

Tunagrahita adalah seseorang yang memiliki kapasitas intelektual (IQ) di bawah 70 yang disertai dengan ketidak mampuan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sehingga memiliki berbagai permasalahan sosial, untuk itu diperlukan layanan dan perlakuan khusus. Tunagrahita dapat dilihat dari berbagai disiplin ilmu sehingga terdapat berbagai istilah klasifikasi dan karakteristiknya, menurut psikologi tunagrahita dibagi menjadi mild, moderate, severe, dan profound. Sedangkan menurut ilmu kedokteran tunagrahita dibagi menjadi sebil, imbesil, dan idiot,dan dalam pendidikan dapat dikelompokkan menjadi mampu didik, mampu latih dan perlu rawat.Karakteristikberdasar klasifikasi klinik atau adanya ciri fisik yang khas meliputi Down’s syndrome, kritin, macro cephalus (hidro cephalus), dan mico cephalus.

Pada dasarnya anak tunagrahita memiliki karakteristik yang relatif homogen berdasarkan klasifikasinya. Adapun karakteristik tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1)      Tingkat ringan, memiliki kemampuan paling tiggi setaraf dengan anak kelas 5 SD, mampu di ajar membaca, menus, dan berhitung sederhana. Dalam sosialisasi mansih mampi menyesuaikan diri dengan lingkungan social secara terbatas.

2)     Tingkat sedang, memiliki kemampuan akademik maksimal setaraf dengan anak kelas 2 SD, biasanya sering disertai gangguan motorik dan komunikasi sehingga sangat sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, aktivitas sosialnya hanya sebatas untuk memelihara diri sendiri.

3)     Tingkat berat, anak ini tidak mampu mendiidk maupun dilatih, kemampuannnya paling tinggi setaraf anak pra-sekolah, sepanjang hidupnya anak ini bergantung pada orang lain.

Ciri-ciri anak tuna grahita adalah:

v  Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,

v  Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,

v  Perkembangan bicara/bahasa terlambat,

v  Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),

v  Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),

v  Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).

 

b.        Tuna laras

Anak tunalaras adalah anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang ditunjukkan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, maupun dalam lingkungan sosialnya. Pada hakekatnya, anak-anak tunalaras memiliki kemampuan intelektual yang normal, atau tiak berada di bawah rata-rata. Kelainan lebih banyak terjad pada perilaku sosialnya.

Karakteristik anak tunalaras secara umum menunjukkan adanya gangguan perilaku, seperti suka menyerang (agresive), gangguan perhatian dan hiperaktive. Secara akademik anak tunalaras sering ditemui tidak naik kelas hal ini dikarenakan ganggua perilakunya, dan bukan karena kapasitas intelektualnya. Karakteristik emosi-emosi anak tunalaras suka melanggar norma, baik yang berlaku di institusi seperti sekolah maupun masyarakat, sehingga anak ini sering disebut dengan anak maladjusted. Tunalaras sering menunjukkan kepribadia yang tidak matang (immature) dan menunjukkan adanya kecamasan (anxietas).

 

3.         Anak berkelainan akademik

Terdapat dua kelompok anak berkelainan khusus, yaitu anak berbakat dan berkesulitan belajar. Anak berbakat adalah anak-anak yang mengalami kelainan intelektual di atas- rata-rat. Berkenan dengan kemampuan intelektual ini Con Semiawan (1997:24) mengemukakan, bahwa diperkirakan satu persen dari populasi total penduduk Indonesia yang rentangan IQ sekitar 137 ke atas, merupakan manusia berbakat tinggi (highly gifted), dan 10% memiliki IQ berkisar 120-137 yang disebut moderately gifted. Mereka semua memiliki talen akademik (academic talented) atau keberkatan intelktual.

Beberapa kareakteristik yang menonjol dari anak-anak berbakat adalah: (1) Karakteristik Intelektual, cepat dalam belajar, rasa ingin tahunya tinggi, daya konsentrasinya cukup lama, memiliki daya kompetetif tinggi; (2) Karakteristik sosial-emosional, mudah bergaul atau menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, memiliki sifat kepemimpinan (leadership) terhadap teman sebayanya, bersifat jujur, dan memiliki tenggang rasa, serta mampu mengontrol emosi, dan (3) Karakteristik fisik-kesehatan, berpenampilan menarik, memiliki daya tahan tubuh yang baik terhadap penyakit, dapat memelihara penampilan fisik yang bersih dan rapi.

Selanjutnya, anak berkesulitan belajar merupakan istilah genetik, sehingga mengandung berbagi bentuk kesulitan di segala bidang. Kesulitan belajar spesifik dikelan dengan istilah disfungsi minimal otak (DMO) oleh dunia kedokteran. Berkesulitan belajar spesifik  pada dasarnya dapat dipahami dengan 4 dimensi yaitu: (1) kesenjangan antara kapasitas intelektual dan prestasu belajar; (2) adanya disfungsi minimak otak; (3) adanya gangguan pada proses psikologi dasar; (4) adanya kesulitan pada pencapain prestasi belajar akademik.

Kesulitan belajar dapat dibagi menjadi kesulitan belajar perkembangan bai anak  pra-sekolah dan kesulitan belajar akademik bagi anak usia sekolah. Sedangkan karakteristik spesifik dapat ditunjukkan sesuai dengan sebutan atau gejala yang muncul yaitu: disleksia, dispraksia, diskalkulia, disphasia, body anarness, dan sebagainya. Anak berkesulitan belajar spesifik memiliki karakteristik yang unik setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda (heterogen) sehingga untuk penanganannya setiap anak akan berbeda sesuai dengan hasil diagnosisnya. Untuk itu penanganan anak tiak di sekolah khusus, tetapi di sekoah umum dengan kelas remedial. (Bersambung ke Bagian 2).

Posting Komentar

0 Komentar

HEADLINE ARTIKEL

Cara Mengirimkan Artikel Publikasi di Majalah Pendidikan dan Dakwah