Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

.

Konseptualisasi Etika Dakwah dan Media Islam: Studi QS. Al-Maidah: 67


Penulis:

Dr. Icol Dianto, S.Sos.I, M.Kom.I
Dosen Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan

Konseptualisasi pengetahuan adalah proses atau cara memahami dan mengorganisasikan informasi dan data menjadi pengetahuan yang bermakna. Ini melibatkan pengenalan, pengelompokan, dan pengkategorian informasi yang diperoleh dari berbagai sumber menjadi konsep yang lebih terstruktur dan sistematis. Konseptualisasi pengetahuan sangat penting dalam berbagai bidang seperti pendidikan, penelitian, dan pengembangan teknologi, karena membantu dalam menciptakan pemahaman yang lebih mendalam dan holistik tentang suatu subjek.

Mengembangkan konsep dan gagasan yang ada dalam kitab suci, terutama Al-Qur'an, menjadi konseptualisasi pengetahuan adalah ikhtiar yang sangat mulia bagi insan akademis yang berpegang pada agama. Proses ini melibatkan beberapa langkah di antaranya kajian tafsir kontekstual dan kontekstual, interdisipliner Al-Qur'an, Hermeneutika Al-Quran, dan lain sejenisnya. Upaya konseptualisasi pengetahuan berdasarkan Al-Qur'an inilah yang menjadi mandat ilmuisasi Islam yang digagas oleh Kuntowijoyo.

Jika kita mengamati penafsiran dari QS. Al-Maidah: 67 tersebut, sebagaimana dalam situs Al-Qur’an NU (https://quran.nu.or.id/al-maidah/67), menurut Tafsir Wajiz menjelaskan bahwa ayat tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw[1] untuk menyampaikan Risalah (Agama) dari Allah SWT. Hal itu menjadi kewajiban dari Nabi Muhammad Saw. Demikian juga penafsiran Tahlili[2] menegaskan bahwa menyampaikan risalat, dapat berupa ajaran agama dan kebenaran pada umumnya, semua itu harus disampaikan meskipun berkaitan dengan diri Rasulullah Saw.

Internalisasi ayat tersebut untuk diri kita masing-masing  dapat dituliskan sebagai berikut: Wahai fulan (ganti dengan nama Anda), sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu (melalui rasulmu) dari tuhanmu. Apabila kamu tidak melakukannya (tidak menyampaikan, atau menyembunyikan kebenaran) maka kamu (fulan) tidaklah menyampaikan risalat tuhanmu itu. Jangan takut kamu (fulan) kepada orang-orang kafir itu (orang kafir, orang yang mendurhakai, orang yang menolak, orang yang membantah). Sesungguhnya Allah (tuhanmu) melindungi kamu dari gangguan manusia kafir itu. Kamu tidak perlu memaksakan kebenaran kepada orang-orang yang mendurhakai dan mendustakan itu, tugas kamu (fulan) hanyalah menyampaikan kebenaran. Sesungguhnya Allah (tuhanmu) tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang kafir itu.  

 

(Bersambung......).  



[1] Setelah menjelaskan tentang penolakan Ahli Kitab, ayat ini menegaskan tugas Rasulullah, salah satunya adalah menyampaikan ajaran Islam kepada mereka. Hal ini berdasarkan sabab nuzul yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih. "Wahai Rasul! Sampaikanlah kepada Ahli Kitab wahyu yang diturunkan kepadamu, yaitu ajaran-ajaran Islam dari Tuhanmu. Itulah tugas dan tanggung jawabmu. Jika kamu tidak melakukannya, berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Ketahuilah bahwa Allah akan selalu melindungi kamu dari gangguan atau niat jahat manusia. Tugasmu hanya menyampaikan ajaran Islam, bukan memastikan mereka beriman, karena Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang ingkar, sehingga kekafiran mereka bukan tanggung jawabmu.

[2] Ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad supaya menyampaikan apa yang telah diturunkan kepadanya tanpa menghiraukan besarnya tantangan di kalangan Ahli Kitab, orang musyrik dan orang-orang fasik. Ayat ini menganjurkan kepada Nabi Muhammad agar tidak perlu takut menghadapi gangguan dari mereka dalam membentangkan rahasia dan keburukan tingkah laku mereka itu karena Allah menjamin akan memelihara Nabi Muhammad dari gangguan, baik masa sebelum hijrah oleh kafir Quraisy maupun sesudah hijrah oleh orang Yahudi. Apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada Muhammad adalah amanat yang wajib disampaikan seluruhnya kepada manusia. Menyampaikan sebagian saja dari amanat-Nya dianggap sama dengan tidak menyampaikan sama sekali. Demikianlah kerasnya peringatan Allah kepada Muhammad. Hal tersebut menunjukkan bahwa tugas menyampaikan amanat adalah kewajiban Rasul. Tugas penyampaian tersebut tidak boleh ditunda meskipun penundaan itu dilakukan untuk menunggu kesanggupan manusia untuk menerimanya, karena masa penundaan itu dapat dianggap sebagai suatu tindakan penyembunyian terhadap amanat Allah. Ancaman terhadap penyembunyian sebagian amanat Allah sama kerasnya dengan ancaman terhadap sikap sesesorang yang beriman kepada sebagian rasul saja dan beriman kepada sebagian ayat Al-Qur'an saja. Meskipun seorang rasul bersifat maksum yakni terpelihara dari sifat tidak menyampaikan, namun ayat ini menegaskan bahwa tugas menyampaikan amanat adalah kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar atau ditunda-tunda meskipun menyangkut pribadi Rasul sendiri seperti halnya yang kemudian terjadi antara Zainab binti Jahsy dengan Nabi Muhammad sebagaimana yang diuraikan dalam al-Ahzab/33: 37 : "Dan (ingatlah) ketika engkau (Muhammad) berkata kepada orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, "pertahankanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh Allah, dan engkau takut kepada manusia padahal Allah lebih berhak engkau takuti. (al-Ahzab/33:37). Dalam hubungan ini Aisyah dan Anas berkata, "Kalaulah kiranya Nabi Muhammad akan menyembunyikan sesuatu dalam Al-Qur'an, tentu ayat inilah yang disembunyikannya." Dari keterangan 'Aisyah dan Anas ini jelaslah peristiwa yang kemudian terjadi antara Zainab binti Jahsy dengan Zaid ialah perceraian yang berkelanjutan dengan berlakunya kehendak Allah yaitu menikahkan Zainab dengan Nabi Muhammad. Hal tersebut tidak dikemukakan oleh Nabi Muhammad kepada Zaid ketika ia mengadukan peristiwanya kepada Nabi Muhammad pada hal beliau sudah mengetahuinya dengan perantaraan wahyu. Nabi Muhammad saw, menyembunyikan hal-hal yang diketahuinya sesuai dengan kesopanan disamping menghindarkan tuduhan-tuduhan yang dilancarkan oleh golongan orang-orang munafik. Meskipun demikian Nabi Muhammad masih juga menerima kritik Allah seperti diketahui pada ayat dalam surah al-Ahzab tersebut. Tegasnya, ayat 67 ini mengancam orang-orang yang menyembunyikan amanat Allah sebagaimana tersebut dalam firman-Nya: "Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah Kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab (Al-Qur'an), mereka itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh mereka yang melaknat." (al-Baqarah/2:159). Sejalan dengan ancaman Al-Qur'an ini, Nabi Muhammad bersabda mengingatkan orang-orang yang menyembunyikan ilmu pengetahuan: Barang siapa ditanya tentang sesuatu ilmu pengetahuan lalu disembunyikannya maka ia akan dikekang pada hari Kiamat dengan kekangan dari api neraka. (Riwayat Abu Daud, at-Tirmidzi dari Abu Hurairah). Selanjutnya akhir ayat ini menegaskan bahwa Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang kafir yang mengganggu Nabi Muhammad dan pekerjaan mereka itu pastilah sia-sia karena Allah tetap melindungi Nabi-Nya dan tetap akan meninggikan kalimat-Nya.


Posting Komentar

0 Komentar

HEADLINE ARTIKEL

Cara Mengirimkan Artikel Publikasi di Majalah Pendidikan dan Dakwah