Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

.

Menghambat Karier Dosen, Permenpanrb Nomor 1/2023 Wajib Ditolak


 

MENGHAMBAT KARIER DOSEN, PERMENPANRB NOMOR 1/2023 WAJIB DITOLAK

Permenpan sakti bin keramat yaitu Permenpan RB nomor 1 Tahun 2023 yang mengubah 370 peraturan Menteri, dan mencabut 294 peraturan Menteri. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional telah memicu banyak kekhawatiran dan ketidakpuasan di kalangan dosen, terutama terkait dengan hambatan yang ditimbulkannya terhadap perkembangan karier akademik dosen.

Sebelumnya, dosen yang produktif dalam melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi—yakni pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat—dapat melakukan kenaikan jabatan fungsional setiap dua tahun. Bahkan, dapat melakukan kenaikan jabatan luar biasa (loncat jabatan). Namun, dengan diberlakukannya Permenpan Nomor 1 Tahun 2023, bahkan dosen yang paling produktif sekalipun jika dinilai pimpinan hanya SESUAI EKSPEKTASI maka wajib dia menunggu empat tahun untuk dapat naik jabatan. Hal ini secara jelas menghambat percepatan karier dosen dan menciptakan ketidakadilan.

Perubahan Aturan yang Tidak Adil

Permenpan Nomor 1 Tahun 2023 memperkenalkan batasan baru terkait kenaikan jabatan fungsional yang kini membutuhkan waktu minimal empat tahun, terlepas dari produktivitas dosen dalam menjalankan tugas akademik. Sebelum peraturan ini diterapkan, banyak dosen yang mampu naik jabatan setiap dua tahun berkat dedikasi dan produktivitas tinggi dalam melaksanakan Tridarma. Hal ini mendorong dosen untuk terus berkinerja optimal karena mereka merasa diapresiasi melalui percepatan kenaikan jabatan.

Namun, peraturan baru ini tidak lagi memberikan kesempatan yang sama. Dosen yang berhasil naik jabatan hingga Juni 2023 tetap menggunakan aturan lama dan dapat memperoleh promosi setiap dua tahun. Sementara dosen yang produktif, namun baru datang setelahnya, kini harus tunduk pada aturan baru yang lebih memberatkan, meskipun mereka memiliki kinerja yang sama baiknya. Ketidakadilan ini menciptakan kesenjangan yang tajam antara dosen yang sudah terlanjur naik jabatan dengan mereka yang masih terhambat oleh batasan empat tahun. Ini adalah bentuk ketidakadilan sistemik yang perlu segera diperbaiki.

Penilaian yang Tidak Transparan dan Subjektif

Salah satu janji dari Permenpan Nomor 1 Tahun 2023 adalah peluang bagi dosen untuk naik jabatan secara prestasi, di mana kinerja yang melebihi ekspektasi (DI ATAS EKSPEKTASI), dengan capaian sebesar 150 persen, bisa memungkinkan kenaikan jabatan lebih cepat. Namun, masalah besar dari peraturan ini adalah ketidakjelasan kriteria yang digunakan untuk menilai capaian 150 persen tersebut.

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan dosen yang bekerja di atas ekspektasi? Bagaimana kriteria yang bisa diukur secara objektif untuk menentukan kinerja seorang dosen yang luar biasa? Permenpan Nomor 1 Tahun 2023 tidak memberikan petunjuk atau aturan yang tegas terkait hal ini.

Ketiadaan kriteria yang jelas membuka ruang bagi penilaian subjektif yang berpotensi memunculkan ketidakadilan. Dosen yang bekerja keras dalam melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi mungkin tidak mendapatkan pengakuan yang layak karena penilaiannya tidak jelas dan mengandalkan interpretasi pribadi dari atasan atau pejabat penilai. Lebih parah lagi, ketidakjelasan ini berpotensi melahirkan praktik favoritisme atau like and dislike di mana dosen yang dekat dengan pimpinan dapat mendapatkan penilaian di atas ekspektasi tanpa prestasi yang jelas.

 

Mengancam Kebebasan Akademik

Salah satu dampak paling serius dari ketidakjelasan aturan dalam Permenpan Nomor 1 Tahun 2023 adalah ancaman terhadap kebebasan mimbar akademik. Dengan adanya celah subjektivitas dalam penilaian kinerja, akan semakin terbuka peluang bagi dosen yang "menjilat" pimpinan untuk mendapatkan penilaian di atas ekspektasi. Mereka yang lebih fokus pada menjaga hubungan dengan pimpinan, daripada produktivitas dan kualitas akademik, akan mendapatkan keuntungan dari peraturan ini. Hal ini berbahaya karena dapat menurunkan standar moral dan profesional di lingkungan akademik, di mana dosen seharusnya bebas menyampaikan pandangan dan ide mereka tanpa takut diperlakukan tidak adil oleh pimpinan.

Kebebasan akademik merupakan salah satu pilar penting dalam dunia pendidikan tinggi, di mana dosen harus bebas menyuarakan kebenaran ilmiah dan menjalankan Tridarma tanpa intervensi atau tekanan dari pihak otoritas. Jika peraturan ini tetap diterapkan tanpa adanya revisi atau penjelasan lebih lanjut, maka kebebasan akademik dosen akan terganggu, dan atmosfer pendidikan akan terpolarisasi oleh kepentingan birokrasi, bukan oleh keunggulan akademik.

Permenpan Nomor 1 Tahun 2023 Harus Ditolak

Dengan mempertimbangkan ketidakadilan dalam aturan kenaikan jabatan, ketidaktransparan dalam penilaian, serta ancaman terhadap kebebasan akademik, Permenpan Nomor 1 Tahun 2023 wajib ditolak. Aturan ini tidak hanya menghambat karier dosen yang seharusnya dapat berkembang lebih cepat melalui produktivitas dan prestasi, tetapi juga menciptakan lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian dan potensi penyalahgunaan wewenang dalam penilaian kinerja.

Selain itu, turunan dari Permenpan ini, seperti Peraturan Kepala BKN Nomor 3 Tahun 2023 dan Keputusan Menteri Agama Nomor 828 Tahun 2024, juga harus ditinjau ulang karena mengandung elemen yang sama, yang dapat memperparah masalah ini di kemudian hari. Dosen memerlukan peraturan yang adil, transparan, dan mendorong mereka untuk terus berkarya tanpa dibatasi oleh birokrasi yang tidak proporsional dan penilaian yang tidak objektif.

Oleh karena itu, diperlukan gerakan bersama dari para akademisi, asosiasi dosen, dan institusi pendidikan tinggi untuk mendesak pemerintah merevisi atau mencabut Permenpan Nomor 1 Tahun 2023 dan turunannya, demi menjaga integritas dan kualitas karier akademik di Indonesia.

Kerugian Negara memiliki Profesor di umur Tua

Jumlah profesor yang rendah di Indonesia dapat dianalisis dari beberapa sudut pandang, terutama berkaitan dengan persyaratan angka kredit (PAK), aturan penilaian, dan pemahaman dosen tentang mekanisme kenaikan pangkat. Berdasarkan pernyataan dari Prof. Dr. Achmad Sani Supriyanto, jumlah profesor atau guru besar di Indonesia masih rendah, yakni hanya sekitar 2,61 persen dari total 311.630 dosen aktif.

Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang persyaratan angka kredit (PAK). Banyak dosen belum sepenuhnya memahami mekanisme Persyaratan Angka Kredit. Jika dosen tidak memahami dengan baik bagaimana mengumpulkan angka kredit yang diperlukan atau kesalahan dalam memilih jurnal untuk publikasi, ini akan memperlambat kenaikan pangkat mereka.

Selain itu, untuk mencapai jenjang Guru Besar, dosen diwajibkan menerbitkan karya ilmiah di jurnal bereputasi seperti Scopus atau Web of Science (WoS). Salah satu syarat yang disebutkan adalah menulis artikel di jurnal dengan SJR 0,4 atau lebih tinggi. Publikasi ini sering menjadi tantangan karena membutuhkan waktu, usaha, dan kualitas penelitian yang tinggi. Malahan banyak dosen terjebak dengan jurnal predator dengan bayaran puluhan juta.

Kriteria Karya Ilmiah yang Ketat

Selain syarat jumlah artikel yang diterbitkan, karya ilmiah dosen juga harus memenuhi standar yang ketat, termasuk cek plagiasi di bawah 25 persen serta kualitas proses review yang baik. Hal ini dapat menjadi tantangan tambahan, karena meskipun dosen mungkin produktif dalam menulis, standar tinggi yang diterapkan pada karya ilmiah membuat hanya sebagian kecil karya yang diakui untuk pengajuan kenaikan pangkat.

Harapan kosong pada aturan yang baru

Permenpan RB nomor 1 tahun 2023 digadang-gadangkan akan memberikan kepastian kepada dosen untuk menggapai kariernya hingga menjadi guru besar. Jika mekanisme yang lama terlalu rumit dan berat seperti perlu artikel pada jurnal internasional bereputasi scopus dan WoS dengan SJR tertentu adalah menjadi penghalang. Lantas, apakah dengan mekanisme baru, soal perjurnalan itu dihilangkan? JAWABNYA TIDAK.


 

Persyaratan jurnal masih tetap seperti yang lama. Perlu Jurnal Internasional Bereputasi Scopus dan WoS. Bahkan sialnya, selain melalui mekanisme penilaian PAK, dosen diminta bikin materi presentasi dan diuji oleh pakarnya. Tentu ini adalah mekanisme yang makin mempersulit dosen untuk mencapai jenjang karier Lektor Kepala dan Guru Besar (Profesor).


 

 

Posting Komentar

0 Komentar

HEADLINE ARTIKEL

Cara Mengirimkan Artikel Publikasi di Majalah Pendidikan dan Dakwah