FOTO ILUSTRASI: Anak muda yang diduga sedang frustasi. INT. |
Pendahuluan
Perkembangan teknologi, terutama media sosial, telah mengubah cara kita hidup secara signifikan. Salah satu fenomena yang muncul di era digital ini adalah Fear of Missing Out (FOMO), yang merupakan perasaan cemas atau takut kehilangan pengalaman, informasi, atau tren sosial yang sedang dialami orang lain. FOMO menjadi semakin penting di era media sosial, di mana kita dapat mengakses informasi tentang kehidupan orang lain secara langsung. Fenomena ini menimbulkan tekanan sosial yang besar dan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental serta kualitas hubungan sosial seseorang.
FOMO, atau Fear of Missing Out, pertama kali muncul sebagai konsep psikologis yang menjelaskan perasaan cemas seseorang ketika mereka merasa tertinggal dari pengalaman atau informasi yang diperoleh orang lain. Dalam konteks media sosial yang berkembang pesat saat ini, FOMO sering kali muncul ketika seseorang melihat postingan dari teman atau orang yang dikenalnya, yang menunjukkan pencapaian, perjalanan, atau momen-momen bahagia yang tampak jauh lebih menarik dibandingkan dengan pengalaman mereka sendiri. Perasaan ini memicu dorongan untuk selalu terhubung dan mengikuti perkembangan yang terjadi di sekitar, agar tidak merasa terasing atau ketinggalan.
Sebuah studi yang dilakukan di Indonesia mengungkapkan bahwa pengguna media sosial, khususnya di kalangan remaja dan dewasa muda, sangat rentan mengalami FOMO. Hal ini disebabkan oleh tekanan yang mereka rasakan untuk selalu mengikuti tren terbaru dan terlibat dalam interaksi sosial di platform online seperti Instagram, TikTok, dan Twitter. Selain itu, penggunaan media sosial yang berlebihan juga telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi, yang semakin menambah beban emosional bagi individu yang terpapar pada informasi dan pengalaman yang diperlihatkan oleh orang lain secara terus-menerus. Fenomena ini menciptakan siklus di mana keinginan untuk terhubung dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental mereka.
Tekanan Sosial di Era Digital
Tekanan sosial di era digital saat ini tidak hanya berasal dari perasaan takut ketinggalan informasi atau pengalaman, tetapi juga dari dorongan untuk mempertahankan citra diri yang ideal di media sosial. Banyak individu merasa terpaksa untuk memamerkan kehidupan yang terlihat menarik dan sempurna, dengan harapan mendapatkan pengakuan dan apresiasi dari orang-orang di sekitarnya. Hal ini mengakibatkan banyak orang terjebak dalam siklus perbandingan diri, di mana mereka membandingkan hidup mereka dengan apa yang ditampilkan oleh orang lain. Siklus ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental, menyebabkan perasaan tidak puas dan cemas.
Dalam konteks ini, media sosial berfungsi sebagai alat yang sangat berpengaruh dalam membentuk identitas diri. Pengakuan dari orang lain di platform-platform ini sering kali dianggap sebagai bentuk validasi sosial, yang semakin memperkuat dorongan untuk tampil baik. Namun, tuntutan untuk selalu menunjukkan diri dalam cahaya terbaik dan mendapatkan pengakuan tersebut sering kali menciptakan tekanan sosial yang berlebihan. Akibatnya, banyak orang merasa tertekan untuk menampilkan versi terbaik dari diri mereka, meskipun kenyataannya mungkin jauh berbeda. Ketika individu berfokus pada citra ideal yang ingin mereka proyeksikan, mereka bisa kehilangan keaslian dan kebahagiaan yang berasal dari penerimaan diri yang sebenarnya.
Dampak FOMO dan Tekanan Sosial
1. Kesehatan Mental
FOMO, atau Fear of Missing Out, memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kesehatan mental individu. Sebuah studi yang dilakukan oleh Harahap (2020) menemukan bahwa remaja yang sering mengalami FOMO cenderung memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak merasakannya. Kecemasan ini semakin diperburuk oleh kebiasaan mereka untuk secara teratur memeriksa media sosial, dengan tujuan agar tidak ketinggalan informasi atau tren terbaru yang sedang populer.
Kegiatan ini tidak hanya menciptakan ketegangan mental, tetapi juga memicu perasaan ketidakpuasan, karena mereka terus-menerus membandingkan hidup mereka dengan apa yang mereka lihat di media sosial. Seiring berjalannya waktu, kebiasaan ini dapat memperburuk kesehatan mental, mengakibatkan stres yang berkepanjangan dan dapat berkontribusi pada perkembangan masalah mental lainnya. Oleh karena itu, penting untuk menyadari dan memahami dampak negatif FOMO, serta mencari cara untuk mengelola penggunaan media sosial agar dapat melindungi kesehatan mental kita.
2. Isolasi Sosial
Meskipun tujuan utama media sosial adalah untuk menghubungkan orang-orang, fenomena FOMO malah dapat berkontribusi pada terjadinya isolasi sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya et al. (2019) menunjukkan bahwa individu yang sering merasakan FOMO cenderung kurang terlibat dalam interaksi sosial di dunia nyata. Alih-alih berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang bermakna, mereka lebih fokus pada interaksi online yang sering kali bersifat superfisial dan kurang mendalam.
Kondisi ini menciptakan jarak emosional antara individu dan orang-orang di sekitarnya. Ketika seseorang lebih mementingkan apa yang terjadi di dunia maya, mereka mungkin mengabaikan kesempatan untuk menjalin hubungan yang lebih intim dan autentik di kehidupan sehari-hari. Akibatnya, meskipun terhubung secara virtual, individu tersebut dapat merasa semakin terasing dan kesepian. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun media sosial dapat memfasilitasi komunikasi, FOMO justru bisa menghalangi keterhubungan yang lebih dalam dan memuaskan di dunia nyata.
3. Produktivitas yang Menurun
Penggunaan media sosial yang berlebihan, yang sering kali dipicu oleh perasaan FOMO, dapat mengakibatkan gangguan pada produktivitas seseorang. Sebuah studi yang dilakukan oleh Wulandari dan Utami (2021) menemukan bahwa mahasiswa yang mengalami FOMO cenderung lebih sering terganggu saat mereka belajar atau bekerja. Hal ini disebabkan oleh dorongan yang kuat untuk terus-menerus memeriksa pembaruan di media sosial, yang mengalihkan perhatian mereka dari tugas yang sedang dikerjakan.
Ketika mahasiswa merasa perlu untuk tetap terhubung dengan apa yang terjadi di dunia maya, mereka sering kali kehilangan fokus dan sulit untuk berkonsentrasi pada aktivitas akademis atau pekerjaan mereka. Gangguan ini tidak hanya mengurangi efisiensi mereka, tetapi juga dapat mengakibatkan hasil yang kurang memuaskan dalam studi atau pekerjaan. Dengan demikian, perasaan FOMO dapat menciptakan siklus di mana individu merasa tertekan untuk tetap terhubung, namun pada saat yang sama, hal tersebut menghambat kemampuan mereka untuk mencapai tujuan dan memenuhi tanggung jawab mereka dengan baik.
4. Kecanduan Media Sosial
Salah satu konsekuensi yang muncul akibat FOMO adalah meningkatnya kecanduan terhadap media sosial. Ketika seseorang merasa tertinggal dari pengalaman orang lain, mereka cenderung terdorong untuk terus-menerus memantau aktivitas yang terjadi di platform media sosial. Sebuah studi yang dilakukan oleh Ramadhan dan Surya (2020) menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara FOMO dan perilaku kecanduan media sosial.
Kondisi ini dapat mengakibatkan sejumlah dampak negatif, termasuk menurunnya kualitas tidur, berkurangnya produktivitas, dan masalah kesehatan mental. Ketika individu menghabiskan banyak waktu untuk memeriksa media sosial dengan harapan tidak akan ketinggalan informasi atau pengalaman yang menarik, mereka sering kali mengorbankan waktu istirahat yang seharusnya digunakan untuk tidur yang berkualitas. Akibatnya, kurang tidur dapat memengaruhi kinerja mereka di sekolah atau tempat kerja. Selain itu, kecanduan ini dapat memperburuk kondisi kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi, karena individu terus-menerus merasa tertekan untuk mengikuti kehidupan orang lain yang terlihat lebih menarik di media sosial. Dengan demikian, hubungan antara FOMO dan kecanduan media sosial menciptakan siklus yang berpotensi merugikan kesejahteraan individu secara keseluruhan.
Cara Mengatasi FOMO dan Tekanan Sosial
1. Mengatur Batasan Waktu di Media Sosial
Salah satu metode yang paling efektif untuk mengurangi dampak FOMO adalah dengan membatasi penggunaan media sosial. Salah satu caranya adalah dengan menetapkan waktu tertentu untuk memeriksa media sosial, misalnya hanya pada jam-jam tertentu dalam sehari. Dengan cara ini, individu dapat mengurangi kecemasan dan keinginan untuk terus-menerus memeriksa ponsel mereka.
2. Latihan Mindfulness
Mindfulness adalah suatu teknik yang bertujuan untuk membantu seseorang fokus pada momen yang sedang berlangsung dan mengurangi kecemasan yang muncul akibat kekhawatiran tentang hal-hal yang mungkin terlewatkan. Dengan melatih mindfulness, individu dapat mengurangi perasaan takut ketinggalan dan lebih mampu menikmati pengalaman hidup yang nyata.
3. Membangun Kesadaran akan Realitas Media Sosial
Sangat penting untuk menyadari bahwa media sosial sering kali hanya menampilkan sisi terbaik dari kehidupan seseorang. Apa yang terlihat sempurna di platform-platform tersebut mungkin tidak mencerminkan realitas yang sebenarnya. Memahami fakta ini dapat membantu mengurangi tekanan untuk selalu mengikuti perkembangan orang lain atau membandingkan diri sendiri dengan mereka.
4. Memprioritaskan Interaksi Sosial yang Nyata
Daripada terfokus pada interaksi digital, sangat penting untuk membangun dan menjaga hubungan sosial yang bermakna di dunia nyata. Hal ini dapat membantu mengurangi perasaan kesepian dan meningkatkan kesejahteraan emosional seseorang.
Kesimpulan
FOMO, atau Fear of Missing Out, merupakan fenomena yang semakin sering dialami oleh para pengguna media sosial di era digital ini. Ketakutan akan kehilangan pengalaman atau informasi yang dianggap penting mendorong individu untuk terus-menerus memeriksa media sosial, yang pada gilirannya menciptakan tekanan sosial yang cukup besar. Dampak negatif dari FOMO sangat beragam, termasuk meningkatnya kecemasan, isolasi sosial, penurunan produktivitas, dan bahkan kecanduan terhadap media sosial itu sendiri.
Untuk mengatasi permasalahan ini, penting bagi individu untuk menerapkan beberapa strategi yang dapat membantu mereka mengelola FOMO. Salah satunya adalah dengan mengatur batasan dalam penggunaan media sosial, sehingga mereka tidak terjebak dalam siklus pemeriksaan yang terus-menerus. Selain itu, melatih mindfulness juga dapat menjadi alat yang efektif untuk membantu seseorang tetap fokus pada saat ini dan menikmati pengalaman hidup yang nyata. Terakhir, berusaha untuk menjalin interaksi sosial yang lebih bermakna di dunia nyata dapat membantu mengurangi rasa kesepian dan meningkatkan kesejahteraan emosional. Dengan langkah-langkah ini, individu dapat lebih baik dalam menghadapi dampak negatif FOMO dan menjalani hidup yang lebih seimbang.
Referensi
Harahap, F. (2020). Hubungan FOMO (Fear of Missing Out) dengan Tingkat Kecemasan pada Remaja Pengguna Media Sosial. Jurnal Psikologi Indonesia, 9(2), 85-92.
Wijaya, H., Sutanto, A., & Permana, F. (2019). Pengaruh FOMO terhadap Interaksi Sosial di Kalangan Pengguna Media Sosial. Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro, 12(1), 25-34.
Wulandari, A. & Utami, P. (2021). Dampak FOMO terhadap Produktivitas Mahasiswa Pengguna Media Sosial. Jurnal Psikologi Pendidikan Indonesia, 13(3), 45-52.
Ramadhan, A. & Surya, I. (2020). Kecanduan Media Sosial dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Mental di Kalangan Mahasiswa. Jurnal Psikologi dan Kesehatan, 7(4), 112-118.
Setiawan, R. (2020). Pengaruh Penggunaan Media Sosial terhadap Fenomena FOMO pada Generasi Z di Indonesia. Jurnal Komunikasi Indonesia, 15(2), 102-110.
Indrawati, M. & Lestari, N. (2021). Fear of Missing Out (FOMO) dan Kesejahteraan Psikologis pada Pengguna Aktif Instagram. Jurnal Psikologi Sosial Indonesia, 19(1), 78-87.
Purnamasari, D. & Anwar, S. (2019). Tekanan Sosial di Era Digital: Dampak Penggunaan Media Sosial Terhadap Kehidupan Sosial Remaja. Jurnal Sosiologi Indonesia, 14(3), 98-107.
0 Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda