Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

.

Gejala Kesehatan Mental di Kalangan Gen Z Indonesia

FOTO ILUSTRASI: Seorang pasien sedang berkonsultasi dengan psikiater di salah satu klinik kesehatan. Int.

Penulis: Yuningsih Pohan
Mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) FTIK UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan 


Pendahuluan

Kesehatan mental adalah salah satu isu yang semakin mendapat perhatian di kalangan anak muda di Indonesia. Tekanan akademik, tuntutan sosial, pengaruh media sosial, serta berbagai perubahan sosial-ekonomi membuat anak muda lebih rentan terhadap gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan stres. Studi menunjukkan bahwa masalah kesehatan mental sering kali memengaruhi kualitas hidup, prestasi akademik, dan kemampuan sosial anak muda. Di Indonesia, gejala ini menjadi perhatian serius dengan meningkatnya angka depresi dan perilaku berisiko di kalangan remaja khususnya Gen Z. Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sekitar 6,1% penduduk Indonesia mengalami depresi, dan angka ini diperkirakan terus meningkat pada kelompok usia muda seiring dengan berkembangnya berbagai faktor risiko.

Penyebab dan Faktor Pemicu Masalah Kesehatan Mental

Ada beberapa faktor utama yang memicu masalah kesehatan mental di kalangan anak muda di Indonesia, di antaranya:

1. Tekanan Akademik:

Studi dari Adiyanti (2017) dalam jurnal Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan menemukan bahwa siswa SMA dan mahasiswa di Indonesia mengalami tekanan akademik yang tinggi. Hal ini berpotensi memicu gangguan seperti kecemasan dan depresi, terutama bagi mereka yang merasa kesulitan memenuhi ekspektasi. Banyak anak muda yang merasa tertekan untuk meraih prestasi tinggi baik di bidang akademis maupun karier. Menurut hasil survei dari Universitas Gadjah Mada, lebih dari 40% mahasiswa merasa stres berat karena beban studi dan persaingan di dunia kerja.

2. Pengaruh Media Sosial:

Menurut sebuah studi oleh Kuss dan Griffiths (2017) dalam International Journal of Mental Health and Addiction, penggunaan media sosial yang intensif dapat memengaruhi kesehatan mental, terutama dalam membandingkan diri dengan orang lain. Media sosial sering kali memunculkan “highlight” kehidupan orang lain, sehingga banyak remaja yang merasa rendah diri atau kurang percaya diri. Penelitian ini juga relevan dengan kondisi di Indonesia, di mana penggunaan media sosial yang tinggi dapat meningkatkan kecemasan di kalangan anak muda. Media sosial memberikan akses terhadap informasi secara instan dan memperluas jangkauan hubungan sosial. Namun, sering kali hal ini memicu perbandingan yang tidak sehat, menyebabkan banyak anak muda merasa tidak cukup baik atau merasa tertinggal. Sebuah survei dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa penggunaan media sosial berlebihan dapat berhubungan dengan rendahnya tingkat kebahagiaan dan kepercayaan diri.

3. Stigma terhadap Kesehatan Mental:

Stigma menjadi hambatan besar bagi anak muda untuk mencari bantuan kesehatan mental. Dalam buku Psychology in Southeast Asia (2015), Pakasi menjelaskan bahwa stigma kesehatan mental di Indonesia masih tinggi, sehingga banyak anak muda ragu untuk mengakses layanan kesehatan mental karena takut dianggap “lemah” atau “gila”.

 

Dampak Masalah Kesehatan Mental pada Kehidupan Anak Mud

Jika tidak ditangani, masalah kesehatan mental dapat berdampak serius pada anak muda:

1. Penurunan Prestasi Akademik dan Produktivitas:

Gangguan seperti kecemasan dan depresi sering kali memengaruhi kemampuan belajar dan produktivitas kerja. Menurut penelitian oleh WHO (2018) dalam Mental Health: Strengthening Our Response, masalah kesehatan mental dapat mengurangi produktivitas hingga 30%, yang berpengaruh pada kemampuan belajar dan prestasi akademik anak muda.

2. Risiko Perilaku Berbahaya:

Banyak anak muda yang beralih ke perilaku berisiko sebagai cara untuk mengatasi tekanan mental, seperti penyalahgunaan zat terlarang. Dalam buku Substance Use and Mental Health Among Adolescents (Behrendt, 2018), dijelaskan bahwa anak muda yang mengalami tekanan mental cenderung mencari pelarian melalui perilaku berisiko, yang justru memperburuk kesehatan mental mereka. Anak muda yang menghadapi masalah kesehatan mental sering kali lebih rentan terhadap perilaku berisiko, seperti penyalahgunaan alkohol, rokok, atau narkoba. Riset dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan bahwa salah satu alasan utama anak muda mulai mengonsumsi zat terlarang adalah untuk “mengatasi” perasaan stres dan kecemasan yang mereka rasakan.

3. Risiko Bunuh Diri:

Data dari penelitian Arnett (2018) dalam Journal of Adolescent Research menunjukkan bahwa gangguan kesehatan mental merupakan faktor utama yang memicu risiko bunuh diri di kalangan remaja. Di Indonesia, laporan Riskesdas 2018 juga menunjukkan peningkatan kasus depresi pada remaja, yang berkorelasi dengan meningkatnya risiko bunuh diri. Menurut WHO, bunuh diri merupakan penyebab utama kematian kedua di kalangan anak muda berusia 15-29 tahun di dunia. Data ini menunjukkan betapa seriusnya masalah kesehatan mental yang tidak tertangani di kelompok usia muda.

Upaya Mengatasi Masalah Kesehatan Mental di Kalangan Anak Muda

Berbagai inisiatif telah dilakukan untuk menangani isu kesehatan mental anak muda, seperti:

1. Edukasi Kesehatan Mental di Sekolah dan Kampus:

Menurut sebuah artikel dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran (Samsuddin, 2019), pendidikan kesehatan mental di sekolah sangat penting untuk mengurangi stigma dan meningkatkan pemahaman remaja tentang kesehatan mental. Program ini membantu remaja mengenali tanda-tanda masalah mental sejak dini dan memahami pentingnya dukungan. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bekerja sama dengan beberapa universitas untuk menyediakan layanan konseling di sekolah dan kampus. Hal ini bertujuan agar pelajar dan mahasiswa memiliki akses yang lebih mudah terhadap dukungan kesehatan mental.

2. Layanan Konseling Digital:

Akses terhadap layanan kesehatan mental juga semakin terbuka dengan platform konseling online seperti Halodoc, Riliv, dan Pijar Psikologi. Menurut penelitian dalam Jurnal Psikologi Klinis Indonesia (Sari et al., 2020), layanan konseling online terbukti efektif dalam mengurangi tingkat kecemasan dan depresi pada remaja, terutama mereka yang enggan untuk berkonsultasi secara langsung. Platform seperti Riliv, Halodoc, dan Pijar Psikologi menyediakan akses terhadap layanan konseling secara online. Dengan semakin banyaknya platform seperti ini, anak muda yang mungkin merasa enggan mencari bantuan secara langsung dapat memperoleh dukungan tanpa harus keluar rumah.

3. Dukungan Orang Tua dan Keluarga:

Dalam buku Adolescent Psychology (Steinberg, 2014), dijelaskan bahwa dukungan keluarga yang positif dapat membantu mengurangi risiko gangguan kesehatan mental pada anak muda. Lingkungan keluarga yang terbuka dan mendukung sangat penting dalam membantu anak muda menghadapi tantangan mental dan mengembangkan keterampilan emosional.

Kampanye Edukasi dan Kesadaran tentang Kesehatan Mental: Beberapa organisasi non-profit, seperti Yayasan Pulih, Lentera Anak, dan Indonesia Mental Health Care Foundation, mengadakan kampanye untuk meningkatkan kesadaran dan mengurangi stigma terhadap kesehatan mental. Program-program ini mencakup seminar, pelatihan, dan edukasi yang ditujukan bagi masyarakat, khususnya anak muda.

Menghilangkan Stigma tentang Kesehatan Mental

Stigma terhadap kesehatan mental adalah salah satu hambatan terbesar bagi anak muda dalam mencari bantuan. Dalam buku Stigma and Mental Illness (Hinz, 2016), dijelaskan bahwa stigma menyebabkan seseorang merasa malu atau ragu untuk membicarakan masalah mental mereka. Oleh karena itu, upaya untuk menghilangkan stigma harus melibatkan peran seluruh masyarakat, mulai dari keluarga, sekolah, hingga pemerintah, agar anak muda merasa lebih nyaman dan terdorong untuk mencari bantuan saat membutuhkan.

Kesimpulan

Kesehatan mental adalah isu yang penting di kalangan anak muda Indonesia. Tekanan hidup yang semakin tinggi, pengaruh media sosial, dan stigma terhadap isu ini menyebabkan anak muda rentan mengalami gangguan kesehatan mental. Melalui edukasi, dukungan keluarga, dan akses yang lebih mudah terhadap layanan konseling, diharapkan anak muda dapat lebih baik dalam menjaga kesehatan mental mereka dan mengembangkan potensi secara optimal. Pemahaman yang lebih mendalam dan hilangnya stigma akan menjadi langkah penting menuju generasi muda yang lebih sehat secara mental.

Kesehatan mental adalah aspek penting yang perlu diperhatikan, terutama bagi generasi muda yang menghadapi berbagai tantangan di era modern ini. Dengan adanya dukungan dari keluarga, sekolah, serta akses yang lebih mudah terhadap layanan kesehatan mental, anak muda dapat memiliki peluang yang lebih baik untuk menjaga kesehatan mental mereka. Edukasi yang berkelanjutan dan penurunan stigma diharapkan dapat membantu mengurangi angka gangguan mental di kalangan anak muda Indonesia.

 

Referensi:

Adiyanti, M. (2017). Pengaruh Tekanan Akademik terhadap Kesehatan Mental Siswa. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan.

Arnett, J. J. (2018). Mental Health and Suicide Risk among Adolescents. Journal of Adolescent Research.

Behrendt, S. (2018). Substance Use and Mental Health Among Adolescents. Springer.

Kuss, D. J., & Griffiths, M. D. (2017). Social Networking Sites and Mental Health. International Journal of Mental Health and Addiction.

Pakasi, I. (2015). Psychology in Southeast Asia. Cambridge University Press.

Samsuddin, A. (2019). Pentingnya Edukasi Kesehatan Mental di Sekolah. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran.

Steinberg, L. (2014). Adolescent Psychology. McGraw-Hill.

Sari, E., et al. (2020). Efektivitas Konseling Online terhadap Kesehatan Mental Remaja. Jurnal Psikologi Klinis Indonesia

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). kemkes.go.id

Universitas Gadjah Mada. Survei Kesehatan Mental Mahasiswa.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Survei Pengaruh Media Sosial terhadap Kebahagiaan Anak.

Badan Narkotika Nasional (BNN).

Posting Komentar

0 Komentar

HEADLINE ARTIKEL

Cara Mengirimkan Artikel Publikasi di Majalah Pendidikan dan Dakwah