Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

.

Manajemen Konflik


Penulis: Rae Azhar
Dosen Pengampu: Yuli Eviyanti, M.M
Program studi Manajemen Dakwah FDIK UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan

 

Pendahuluan

Manajemen sebagai disiplin ilmu sosial mulai berkembang sejak Frederick W. Taylor memperkenalkan gagasan-gagasannya tentang efisiensi dan efektivitas kerja. Pada tahun 1886 Taylor melakukan studi time and motion (waktu dan gerak) yang menjadi dasar dari teori efisiensi. Dengan penelitian Taylor mengembangkan konsep yang dikenal sebagai ban berjalan (assembly line) yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui metode yang lebih terstruktur dan terukur.

 

Pada tahun 1911 Taylor menulis buku The Principles of Scientific Management yang dianggap sebagai tonggak awal terbentuknya ilmu manajemen modern. Dalam bukunya, Taylor memperkenalkan prinsip-prinsip manajemen ilmiah, yang melibatkan analisis pekerjaan secara sistematis untuk meningkatkan kinerja, menghilangkan pemborosan waktu dan menciptakan standar kerja yang lebih efisien. Metode Taylor ini menjadi dasar dalam manajemen produksi dan operasional yang masih diterapkan hingga saat ini, terutama dalam organisasi yang menekankan pada efisiensi dan optimalisasi proses.

 

Pembahasan

Konflik dalam organisasi adalah fenomena yang kerap muncul terutama saat ada perubahan signifikan dalam struktur, budaya, atau tujuan organisasi. Konflik ini bisa terjadi antar anggota atau antar kelompok dalam organisasi dan sering kali dipicu oleh adanya resistensi terhadap perubahan. Sikap penolakan terhadap perubahan umumnya muncul karena kekhawatiran akan ketidakpastian, perubahan status atau peran, atau rasa kehilangan kendali terhadap lingkungan kerja.

Konflik bukanlah sesuatu yang harus sepenuhnya dihindari. Justru, dalam banyak kasus, konflik yang dikelola dengan baik bisa menjadi sumber kekuatan untuk mendorong perubahan dan kemajuan. Dalam hal ini, konflik menjadi bagian dari dinamika organisasi yang, jika dihadapi dengan strategi manajemen konflik yang tepat, dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Manajemen konflik mencakup proses identifikasi masalah, dialog antar pihak, dan pencarian solusi yang menguntungkan semua pihak, sehingga konflik menjadi sarana untuk memperbaiki sistem, meningkatkan komunikasi, dan mengintegrasikan pandangan yang berbeda.

Organisasi yang sehat dapat memunculkan konflik  yang dapat mempengaruhi keanekaragaman perilaku individu sebagai umber daya manusia, yang tentu berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi kerja. Konflik ini bisa mengganggu kinerja jika dibiarkan berlarut-larut, namun dengan penerapan manajemen konflik yang efektif, organisasi mampu mengubah konflik menjadi peluang untuk memperkuat kolaborasi, inovasi, dan harmonisasi antara anggota organisasi.

Konflik dalam organisasi merupakan fenomena yang hampir tidak terhindarkan, terutama ketika terjadi perubahan yang signifikan dalam struktur, budaya, tujuan, atau proses kerja. Ketika organisasi berusaha beradaptasi atau melakukan transformasi, konflik sering kali muncul baik antar anggota maupun antar kelompok. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah penolakan terhadap perubahan. Banyak orang mungkin merasa khawatir atau terancam dengan perubahan karena ketidakpastian tentang masa depan, potensi perubahan dalam peran mereka, atau kekhawatiran akan kehilangan kontrol atas pekerjaan mereka.

Penolakan terhadap perubahan dalam organisasi sering dipicu oleh beberapa faktor. Pertama Ketidakpastian dan ketakutan akan perubahan. Perubahan bisa menimbulkan kecemasan bagi karyawan, terutama jika mereka merasa tidak siap atau tidak memahami manfaat perubahan tersebut. Kekhawatiran ini biasanya muncul karena ketidakpastian mengenai peran dan tanggung jawab di masa depan.

Kedua Perbedaan nilai dan persepsi, dalam organisasi terdapat beragam individu dengan latar belakang, nilai, dan persepsi yang berbeda. Ketika perubahan terjadi setiap orang bisa memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang apa yang diinginkan atau diharapkan dari perubahan tersebut.

Ketiga Ketergantungan antar bagian atau departemen, di organisasi yang terstruktur, terdapat ketergantungan antara departemen atau tim. Salah satu bagian mengalami perubahan, bisa jadi bagian lain terpengaruh, yang akhirnya memicu ketegangan dan konflik.

Keempat Distribusi kekuasaan dan sumber daya. Perubahan dalam organisasi sering kali terkait dengan distribusi ulang sumber daya atau peran kekuasaan. Ini bisa menciptakan konflik, terutama jika ada pihak yang merasa dirugikan atau diperlakukan tidak adil. Walaupun konflik sering dianggap sebagai sesuatu yang negatif, konflik juga bisa membawa manfaat positif jika dikelola dengan baik.

  • Memicu inovasi. Ketika ada ketidaksepakatan atau perbedaan pendapat, organisasi memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi ide-ide baru yang mungkin tidak muncul jika semuanya berjalan lancar tanpa tantangan.
  • Mendorong perubahan. Konflik bisa menjadi pemicu bagi perubahan. Organisasi yang terlalu nyaman dengan status quo sering kali stagnan. Dengan adanya konflik, organisasi mungkin terdorong untuk melakukan perubahan yang dapat meningkatkan kinerja.
  • Meningkatkan komunikasi dan hubungan antar anggota. Memaksa anggota organisasi untuk berkomunikasi lebih terbuka dan efektif dalam mencari solusi. Ini bisa memperkuat hubungan antar anggota dan menciptakan budaya kerja yang lebih kolaboratif.

Konflik yang tidak terkelola dengan baik dapat merusak moral, menurunkan produktivitas dan bahkan mengganggu pencapaian tujuan organisasi. Manajemen konflik sangat penting untuk menjaga kestabilan dan efektivitas organisasi.

Beberapa langkah penting dalam manajemen konflik.

  1. Identifikasi dan analisis konflik. Langkah pertama mengidentifikasi sumber konflik dengan jelas. Memahami apa yang menjadi pemicu utama dan bagaimana konflik memengaruhi anggota organisasi serta proses kerja. 
  2. Pendekatan kolaboratif dan partisipatif. Melibatkan pihak yang berkonflik dalam proses pencarian solusi sangat penting. Pendekatan memungkinkan semua pihak merasa didengar dan dilibatkan proses pengambilan keputusan.
  3. Mediasi dan negosiasi. Organisasi perlu menunjuk pihak ketiga sebagai mediator. Mediator yang netral bisa membantu memfasilitasi diskusi yang sehat antara pihak yang berseteru untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. 
  4. Penyelesaian dengan kompromi atau Solusi. Penyelesaian konflik sebaiknya menghasilkan kesepakatan yang memuaskan semua pihak yang terlibat, tanpa ada yang merasa dirugikan. Pendekatan dapat meningkatkan rasa saling percaya dan memperkuat solidaritas.
  5. Evaluasi dan pengembangan sistem penyelesaian konflik.  Konflik terselesaikan, organisasi perlu mengevaluasi proses manajemen konflik dilakukan. Mengembangkan prosedur atau kebijakan yang lebih baik dalam menghadapi konflik di masa depan.

Kesimpulan

Konflik bagian dari dinamika organisasi yang tak terhindarkan, terutama saat terjadi perubahan. Melihat konflik sebagai ancaman baik organisasi dapat mengelola konflik menjadi sumber kekuatan yang positif, mendorong perubahan dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih dinamis, manajemen konflik yang tepat, organisasi bisa mengubah tantangan menjadi peluang, meningkatkan komunikasi dan membangun budaya kerja yang inklusif dan berdaya tahan tinggi.

 

Referensi

Rahim, M. A. (2011). Managing Conflict in Organizations (4th ed.) New Brunswick: Transaction Publishers.

Fisher, R., Ury, W., & Patton, B (2011). Getting to Yes: Negotiating Agreement Without Giving In. Penguin Books.

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2020). Organizational Behavior (18th ed.) Pearson Education.

Galtung, J. (2000) Conflict Transformation by Peaceful Means: The Transcend Method. United Nations.

Deutsch, M., & Coleman, P. T. (2006) The Handbook of Conflict Resolution: Theory and Practice. Jossey-Bass.

Thomas, K. W. (1992) Conflict and Conflict Management. In Dunnette, M. D., & Hough, L. M. (Eds.) Handbook of Industrial and Organizational Psychology (Vol. 3, pp. 651-717) Consulting Psychologists Press.

Pruitt, D. G., & Kim, S. H. (2004). Social Conflict: Escalation, Stalemate, and Settlement (3rd ed.) McGraw-Hill.

Lewicki, R. J., Barry, B., & Saunders, D. M (2020) Negotiation (8th ed.). McGraw-Hill.

Folger, J. P., Poole, M. S., & Stutman, R. K (2017) Working Through Conflict: Strategies for Relationships, Groups, and Organizations (7th ed.). Pearson Education.

Laue, J. (1990). The Emergence and Institutionalization of Third Party Roles in Conflict. In Burton, J. W., & Dukes, F. (Eds.), Conflict: Readings in Management and Resolution (pp. 17-33) St. Martin’s Press.

Bush, R. A. B., & Folger, J. P. (2005) The Promise of Mediation: The Transformative Approach to Conflict. Jossey-Bass.

Wall, J. A., & Callister, R. R (1995) Conflict and Its Management. Journal of Management, 21(3), 515-558. doi:10.1177/014920639502100306.

Pondy, L. R. (1967) Organizational Conflict: Concepts and Models. Administrative Science Quarterly, 12(2), 296-320. doi:10.2307/2391553.

Rahim, M. A. (1983) A Measure of Styles of Handling Interpersonal Conflict. Academy of Management Journal, 26(2) 368-376. doi:10.5465/255985.

Tjosvold, D. (2008) The Conflict‐Positive Organization: It Depends Upon Us. Journal of Organizational Behavior, 29(1) 19-28. doi:10.1002/job.473.

Mayer, B. (2012) The Dynamics of Conflict: A Guide to Engagement and Intervention (2nd ed.) Jossey-Bass.

Spaho, K. (2013) Organizational Communication and Conflict Management. Management: Journal of Contemporary Management Issues, 18(1), 103-118.

Blake, R. R., & Mouton, J. S. (1964) The Managerial Grid. Gulf Publishing Company.

Carnevale, P. J., & Probst, T. M. (1998) Social Values and Social Conflict in Creative Problem Solving and Categorization. Journal of Personality and Social Psychology, 74(5) 1300-1309.

Jehn, K. A. (1995) A Multimethod Examination of the Benefits and Detriments of Intragroup Conflict. Administrative Science Quarterly, 40(2) 256-282. doi:10.2307/2393638.

 

 

Posting Komentar

0 Komentar

HEADLINE ARTIKEL

Cara Mengirimkan Artikel Publikasi di Majalah Pendidikan dan Dakwah