Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

.

Pelatihan Jurnalistik PWI PSP-Tapsel 2024: Meningkatkan Kompetensi di Era Digital


Padangsidimpuan, MPD–
Kehadiran teknologi berbasis AI yang makin masif dan memudahkan kerja jurnalistik, justru profesi wartawan menghadapi tantangan berat untuk tetap relevan. Paradoks ini menjadi sorotan dalam Pelatihan Jurnalistik PWI Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) 2024 yang digelar di Hotel Mega Permata Kota Padangsidimpuan, Sabtu (16/11/2024).

-----------------

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) kembali menggelar Pelatihan Jurnalistik untuk para anggotanya. Acara ini berlangsung di Hotel Mega Permata, dengan menghadirkan sejumlah narasumber yang berkompeten di bidangnya. Pelatihan ini bertujuan memperkuat kompetensi wartawan dalam menghadapi tantangan baru di era digital, khususnya dalam hal integritas, kualitas, dan keberlanjutan profesi di tengah perkembangan teknologi.

Acara yang dilaksanakan pada Sabtu, 16 November 2024, ini dihadiri oleh seluruh anggota PWI Tapanuli Selatan-Padangsidimpuan. Ketua PWI Tabagsel, Kodir Pohan, membuka kegiatan dengan sambutan hangat. Dalam pidato pembukaannya, Kodir menekankan pentingnya kolaborasi antaranggota untuk memastikan bahwa PWI tetap menjadi organisasi yang relevan, solid dan mampu merespons perubahan yang terjadi dalam dunia jurnalistik.

“Era digital membawa tantangan besar, terutama bagi profesi wartawan. Kita harus terus belajar dan beradaptasi agar tidak kehilangan esensi jurnalisme sejati. Pelatihan ini menjadi salah satu langkah penting bagi kita semua,” ujar Kodir Pohan di hadapan para peserta.

Pelatihan ini menghadirkan tiga narasumber dengan latar belakang yang beragam namun saling melengkapi. Ketiganya berbagi pengetahuan, wawasan, dan pengalaman untuk memperkuat kapasitas wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik.

Narasumber dari kalangan akademisi dengan menghadirkan Dr. Icol Dianto, M.Kom.I dari Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan. Dia dikenal memiliki kepakaran di bidang dakwah dan media. Ia membawakan materi bertajuk Transformasi Profesi Wartawan di Era Artificial Intelligence.

Dengan bekal pengalamannya menjadi seorang wartawan, dia sangat mengerti dengan rutinitas profesi wartawan. Dosen yang pernah mengabdi di Haluan Media Group itu menjelaskan tiga tantangan dalam profesi jurnalistik. “Wartawan dihadapkan pada tiga tantangan besar saat ini, persoalan klasik mengenai profesionalitas wartawan menjadi isu sentral. Intinya, profesionalitas wartawan berkaitan erat dengan profesionalitas perusahaan media,” papar Dr. Icol.

Dia melanjutkan, tantangan kedua berkaitan dengan kebebasan pers. Isu utama hari ini adalah undang-undang penyiaran. Revisi undang-undang penyiaran dianggap penting karena sudah 20 tahun lebih disahkan dan memang tidak relevan lagi dengan perkembangan teknologi media massa saat ini. Namun, draft revisi undang-undang penyiaran yang baru itupun berisi pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers. Salah satunya adalah mengenai pelarangan menyiarkan berita investigasi dan ancaman “pembredelan” otomatis terhadap situs berita.

Tantangan ketiga adalah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Konversi media memasuki fase baru dimana media massa saat ini telah bertransformasi dari cetak ke media online. Media online saja tidak cukup, harus didukung dengan media massa online yang diperkuat dengan media multi-channel dan multi-platform.

“Civil journalism atau jurnalistik warga mengalahkan kecepatan dari kerja jurnalistik. Setiap kejadian, dipotret, direkam dan disiarkan oleh warga melalui media sosial. Sementara kerja jurnalistik, memerlukan tahapan yang harus dilalui. Meskipun begitu, produk jurnalistik sangat diperlukan. Jadi, setelah wartawan memposting berita di situs media online, maka berita itu harus disebarluaskan melalui media sosial yang beragam,” ungkapnya.

Untuk adu kecepatan, lanjut Dr. Icol yang juga menjabat Ketua Program Studi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam itu, wartawan dapat memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence.

Icol menjelaskan bagaimana kecerdasan buatan (AI) semakin memengaruhi cara kerja wartawan. Ia mengingatkan bahwa meskipun teknologi memberikan kemudahan dalam hal pengumpulan data dan penulisan, wartawan tetap memiliki peran unik yang tidak dapat sepenuhnya digantikan oleh mesin. “Saya katakan, AI misalnya Chat GPT itu hanyalah asisten kita, yang membantu membuatkan berita dan menganalisis informasi. Wartawanlah yang menjadikan berita buatan AI itu diwarnai dengan perspektif manusia. Istilah saya, wartawan harus menaturalisasikan (naturalisasi) berita buatan AI,” jelasnya.

“AI mampu menganalisis data lebih cepat, namun empati, etika, dan kemampuan melihat sisi manusiawi dari suatu peristiwa adalah hal yang hanya bisa dilakukan oleh wartawan. Oleh karena itu, transformasi yang kita butuhkan bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang bagaimana kita mengasah kepekaan dan wawasan kita sebagai wartawan. Wartawan perlu enggel berita,” ungkap Icol.

Dia menegaskan, kemampuan dasar jurnalistik tetap harus ada. Hal ini disebabkan karena informasi yang diberikan AI tidak selalu tepat. “Kita wartawan memahami sesungguhnya suatu kejadian. Apabila enggel berita AI tidak sesuai dengan informasi yang kita pahami di lapangan, maka kita wartawanlah yang meluruskannya. Bayangkan jika oknum pengguna AI yang tidak memiliki kemampuan dasar jurnalistik. Bisa saja berita buatan AI yang salah itu dipostingnya. Akhirnya, kerja wartawan AI yang seperti itu hanya menghasilkan berita hoaks,” tutupnya.

Selanjutnya, narasumber kedua Muhammad Syahrir – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Utara, menyampaikan materi Jurnalisme Berkualitas. Ia menyoroti pentingnya menjaga integritas dalam dunia jurnalistik di tengah maraknya berita hoaks dan disinformasi. “Jadilah wartawan yang dinantikan beritanya oleh masyarakat pembaca,” terangnya.

Dia menambahkan, jurnalisme berkualitas adalah fondasi bagi masyarakat yang berinformasi dengan baik. Wartawan harus berpegang teguh pada prinsip kejujuran dan keberimbangan dalam menyampaikan berita. Jangan sampai wartawan terjebak dalam arus informasi yang cepat namun tidak akurat.


 

Ia juga mengapresiasi inisiatif PWI Tabagsel dalam mengadakan pelatihan ini, seraya berharap bahwa anggota PWI dapat menjadi garda terdepan dalam memproduksi konten berita yang terpercaya.

Pemateri ketiga, SR Hamonangan Panggabean – Sekretaris PWI Sumatera Utara, menyampaikan materi seputar organisasi kewartawanan, khususnya peran PWI dalam mendukung para anggotanya. Dalam paparannya, ia menekankan pentingnya peran PWI sebagai wadah untuk memperkuat solidaritas antarwartawan sekaligus menjadi benteng dalam melindungi hak-hak profesional wartawan.

“PWI bukan sekadar organisasi, tetapi rumah besar kita. Dengan kekuatan kolektif, kita bisa menghadapi tantangan besar di era ini. Kita harus menjaga integritas dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik agar profesi ini tetap dihormati,” ujar Hamonangan.

Antusiasme Peserta

Para peserta terlihat antusias mengikuti setiap sesi pelatihan. Diskusi interaktif mewarnai acara, terutama ketika membahas pengaruh teknologi dalam dunia jurnalistik. Beberapa peserta menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap dominasi teknologi yang dapat mengurangi ruang kerja wartawan. Namun, narasumber meyakinkan bahwa teknologi seharusnya menjadi alat pendukung, karena itu wartawan harus mengadobsi teknologi dan mengubah ancaman menjadi peluang.

Sesi tanya jawab berlangsung seru. Peserta menanyakan tentang keakuratan data, originalitas, dan plagiasi. Selain itu, pertanyaan peserta di masa depan apakah mungkin perusahaan media tidak memerlukan wartawan lagi karena telah tergantikan oleh Artificial Intelligence/AI. ***

Posting Komentar

0 Komentar

HEADLINE ARTIKEL

Cara Mengirimkan Artikel Publikasi di Majalah Pendidikan dan Dakwah