Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

.

Lima Sikap Batin Membuat Manusia Lapang Hati


Penulis: Drs. Irwan Saleh Dalimunthe, M.A.
Dosen Tetap pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syahada Padangsidimpuan 
 
 

Telah dibahas dalam tulisan sebelumnya, bahwa lima hal menyebabkan pikiran jadi sempit. Yakni: tidak menerima realitas yang terjadi, pesimis memandang kehidupan ke depan, tidak mensyukuri karunia yang ada, memelihara hati yang ego dan menyimpan amarah sehingga selalu dendam. Mental manusia seperti ini akan menjadikannya sempit hati dan menjadi pribadi yang mudah goncang, emosi, tertutup dan bisa tidak sehat kejiwaan. Pikirannya berpenyakit sehingga menyebabkan tidak tumbuh kehidupannya secara kondusif serta bisa jadi akan tertutup hidayah Allah SWT. 

Kondisi hidup seperti itu sangat tidak layak untuk dipertahankan sebab sangat banyak mudaratnya bukan saja terhadap diri pribadi yang bersangkutan akan tetapi akan berimplikasi terhadap orang lain. Lebih tragis lagi ketika orang seperti ini menjadi pimpinan dalam sebuah komunitas sosial. Tentu kejiwaan seperti itu akan ikut mewarnai seni menejemen yang diberlakukan. Sebab, selalu terjadi bahwa sikap mental seorang pemimpin akan terjewantah dalam gaya memimpin. Kebiasaan berbohong misalnya akan bisa muncul ujaran-ucapan kebohongan kepada halayaknya saat memimpin.

Dalam perspektif Islam, jangankan untuk seorang pemimpin bahkan untuk semua mukmin dan muslim dianjurkan untuk selalu berlaku adil dan ihsan dan melarang untuk berlaku tidak baik. Allah berfirman Q.S. An-Nahal ayat 90: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. Ayat ini memerintahkan seluruh muslim, apalagi pemimpin, untuk Adil artinya tidak menzolimi orang lain dalam makna tidak bersikap proporsional sebab akan mengganggu keharmonisan sosial.

Ayat ini juga memerintahkan setiap muslim untuk melakukan tindakan atau sikap perbuatan yang bersifat kebaikan dan keterpujian. Bisa dalam konteks ini berupa tutur sapa yang sopan dan santun, pemberian ide dan gagasan yang konstruktif atau solutif dsb. Selanjutnya, sikap memberi bantuan kepada kerabat-keluarga tentu sangat diharap juga kepada mereka yang membutuhkan. Secara tegas ayat ini satu rangkaian supaya seseorang mukmin tidak melakukan perbuatan keji seumpama berbuat syirik, zina, membunuh, durhaka kepada orang tua, memakan harta riba, korupsi, berkata bohong, sumpah palsu, ghibah, berbuat zalim, dan termasuk menyebarkan kerusakan dan fitnah.

Yang menjadi larangan lainnya adalah; laku kemungkaran seperti; meninggalkan ibadah wajib, mabuk-mabukan, judi, durhaka sama orang tua, membunuh, dendam, curang dsb. Juga sangat dilarang bertindak sesuka hati yang mengarah kepada tersumbatnya pintu-pintu kebaikan dengan menumbuhkan perbuatan melanggengkan kemungkaran sehingga dosa-dosa jariah terwariskan bagi yang lain.  Perbuatan seperti ini dapat mengotori jiwa sehingga sangat mempengaruhi sikap mental. Mengantisipasi sifat jelek yang dapat sebagai buah dari sikap mental yang sangat jauh dari nilai ajaran seperti: 1. Tidak Menerima Kenyataan-ketetapan Allah SWT, 2. Pesimis Atas Rahmat Allah hingga tidak mau berserah, 3. Tidak Bersyukur atas Rahmat Allah, 4. Jiwa Keakuan dan Keras Kepala serta, 5. Suka Bersifat Dendam. 

Sikap Terpuji Berbuah Lapang Hati

Bila seseorang berkeinginan untuk memiliki hati yang lapang atau hati yang tenang justru dalam Islamlah ditemukan. Sebab, pada dasarnya Islam itu diturunkan adalah untuk membantu manusia menemukan jalan hidup. Mulai dari menata pikiran dan hati begitu juga dengan usaha yang harus ditempuh dalam menjalani kehidupan di alam realitas.

Strategi yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan agar hatinya lapang adalah: 

Ridho menerima Takdir atau Ketetapan dari Allah SWT

Diketahui bahwa orang beriman itu memiliki prinsip-prinsip dasar kepercayaan yang dalam ketentuan ajaran Islam mesti mengimani, Adanya Allah sebagai Khalik atau Robbun ‘Alam dengan prinsip Tauhid Rububiyah yakni Allah sebagai Pencipta, pemelihara dan pemberi rezeki yang dibutuhkan setiap makhluk-Nya. Dalam Surah Al-Fatihah ayat 2 jelas bahwa sudah semestinya setiap muslim meyakini Allah sebagai Rab pemberi kehidupan. Juga punya ketentuan ajaran tentang Tauhid Uluhiyah. Hal ini cukup tegas pada QS. Toha ayat 14. Allah menyatakan bahwa “Sesungguhnya Aku adalah Allah, tiada sosok yang disembah kecuali Aku, maka dirikanlah Solat untuk mengingat-Ku”. Dalam konteks ini sosok sesembahan dalam makna yang menjadi sasaran pelayanan adalah Allah SWT. Intinya adalah bahwa Allah SWT yang memberi aturan, ukuran dan segala ketentuan dalam kehidupan. 

Efek dari ridho akan merasakan hikmah dan nilai manfaat dalam setiap peristiwa, tidak terlalu larut dalam kesedihan, sehingga muncul semangat baru untuk fokus dalam ikhtiar dengan tetap memiliki perasaan optimisme dan tidak berputus asa akan anugrah dan nikmat Allah SWT.

Tawakkal dalam menjalani Hidup dan Penghidupan

Seorang muslim yang baik mesti benar-benar meyakini bahwa kehidupan ini ada dalam kendali Allah SWT. Dengan betul menyadari itu maka setiap muslim harus benar-benar tawakkal pada Allah SWT. Seperti QS. An-Nisa ayat 81, yang memberi penjelasan bahwa jangan terlalu ambil pusing atau kecewa (Nabi Muhammad SAW) ketika mereka orang-orang munafik banyak tingkah dengan sifat kemunafikan. Maka berpaling dari mereka dan berserah atau andalkan saja Allah untuk mengurus mereka. Ayat ini sejalan dengan ayat yang terdapat dalam QS. At-Taubah ayat 129 yang makna bebasnya, “Anjuran jangan ambil pusing tingkah kafir Quraish, lalu yakinkan saja hatimu engkau punya Allah dan berserah pada Sang Pengatur. Sebab kata Ustat Sonny Abu Kim dalam bukunya “Surrender: Mengubah Hidup Dengan Berserah (2024: 82-89) bahwa dalam menjalani kehidupan ditemukan adanya dua wilayah kekuasaan yakni ada wilayah manusia yakni ikhtiar dan ada wilayah otoritas Tuhan. Maka kepada Nabi pun ditekankan bahwa cukuplah bertugas sebagai penyampai, soal hasilnya mendapat hidayah atau tidak adalah wilayah Tuhan.

 

Yang pasti kelebihan orang tawakkal adalah terkondisikannya sifat konektivitas dengan Sang Khalik sehingga selalu terbimbing. Orangnya akan kokoh dan optimis dalam menjalani kehidupan.

Bersyukur akan Banyaknya Nikmat Allah

Bila setiap orang berjalan dalam kehidupan ini dengan senantiasa bersyukur maka keterbukaan jalan baginya selalu tersedia. QS. Ibrahim ayat 7 menggambarkan bahwa jaminan Allah tidak dapat disangkal sehingga kelapangan terus muncul bagi yang bersyukur yakni munculnya rasa terima kasih pada Allah SWT dalam setiap nikmat yang diperoleh sebagai kunci pembuka pintu rezeki. Tentu bagi yang menutup diri, seperti penjelasan M. Quraish Shihab sikap kufur adalah menutup jalan sebab kata kufur adalah “memberi kaper atau penutup” dalam konteks ini menjadi penghalang datangnya kelapangan rezeki. Bersyukur ini adalah bagian dari sopan santun (akhlak karimah) kepada Allah. Bisa dilihat dalam buku “Yang Hilang dari Kita: Akhlak (2016: 220). Tentu bagi hamba yang tahu diri dengan lakon syukur dalam makna makin baik, dermawan dan taqorrub ilallah

Ikhlas Dalam Setiap Amal

Bersikap ikhlas dalam setiap amal (perbuatan) merupakan tanda kemerdekaan hati dan kesucian jiwa sebab setiap perbuatan itu dilakukan tanpa ada nilai busuk di dalamnya. Seperti berharap dan bergantung supaya dikasihani dan dapat perhatian istimewa dari orang lain. Sifat busuknya di sini adalah melakukan sesuatu dengan prestise atau pamrih. Akibatnya mendorong setiap orang menjadi bermental penjilat, penipu dan menafikan Tuhan dalam setiap aktivitas. Padahal menurut Sayyidina Ali: “Berharap pada manusia adalah patah hati yang disengaja”. Maka sifat ego, pamrih dan kemunafikan harus terkubur sehingga melaksanakan amal tindakan benar-benar atas dominasi nilai ilahiyah dan titah martabat diri sebagai seorang ‘abid (QS. Azzariyah: 56 dan Khalifah di bumi (QS. Al-Baqoroh: 30). 

Memaafkan Sikap Orang Lain yang Kurang Proporsional

Adalah Abu Bakar dalam sebuah riwayat seperti dituturkan Sonny Abi Kim, dalam buku Lapang Dada (2024: 49) memberi gambaran bahwa dalam kehidupan di Madinah setelah Hijrah bahwa Aisyah putri Abu Bakar ra diterpa isu perselingkuhan, menyebabkan Abu Bakar ra kebakaran jenggot dan bernafsu menghajar putrinya karena mengecewakan kekasih dan sahabatnya Nabi Besar Muhammad SAW. Celakanya lagi, seorang adek sepupu yang telah menjadi tanggungannya sejak Hijrah ke Madinah ikut berperan menyebarkan berita bejat itu. Lalu Abu Bakar ra benar-benar marah dan mengatakan kepada orang-orang dekat sang sahabat paling disegani Nabi ini, untuk melepas tanggung jawab terhadap adeknya yang bernama Misthah. Biar saja dia urus dirinya sendiri, tidak peduli lagi terhadap hidupnya baik makan dan keselamatannya.

Sikap demikian menyebabkan Rasulullah didatangi Malaikat Jibril seraya membawa ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an surah An-Nuur ayat 22, “Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Rasulullah SAW dapat menebak penyebab ayat ini turun, lalu beliau memanggil sahabat sekaligus mertuanya ini untuk “memberi maaf kepada adeknya Misthah, sebab beliau tidak terlalu begitu dapat akurasi fakta dan hanya korban ikut ogah-ogahan ikut orang munafiq yang sengaja menggelembungkan berita ini. Abu Bakar pun memberikan maaf terhadap adeknya sehingga semua sumbatan menjadi lapang.

Kelima ajaran ini sangat menenteramkan manakala seseorang mampu konsisten membuatnya selubung dan pakaian hati nuraninya. Sebab ia akan dapat berdiri dalam satu lintasan hidup menuju Qolbun Salim. Saat mana nilai rohaniahnya menjadi nakhoda hidup serta potensi diri yang menghubungkan dirinya dengan Sang Kholik. Sembari jiwa spritualiatasnya menempa dirinya bisa duduk dalam sebuah pribadi ihsan yakni jiwa-jiwa tunduk dengan simultan, masif dan berkesinambungan.

Kesimpulan

Setiap pribadi muslim, mesti menempuh jalan hidup yang baik agar dirinya sehat dan jiwa- mentalnya bertumbuh bagus. Nilai-nilai kebajikan itu adalah:

 

1. Ridho dalam menerima takdir hidup yang telah menjadi ketetapan Allah SWT

2. Tawakkal dan berserah diri kepada Allah dalam menjalani kehidupan

3. Bersyukur atas banyaknya nikmat yang diperoleh dari Allah SWT

4. Ikhlas dalam setiap amal perbuatan

5. Memaafkan sikap orang lain yang kurang proporsional

 

 

Daftar Bacaan

1. Al-Qur’an

2. M. Quraih Shihab, “Yang Hilang dari Kita: Akhlak, Tangerang, Lentera Hati (2016: 220).

3. Sonny Abi Kim “Surrender: Mengubah Hidup Dengan Berserah, Jakarta, PPA Institu, (2024: 82-89)

4. Sonny Abi Kim, Lapang Dada, Jakarta, PPA Institut (2024:49) 

Posting Komentar

0 Komentar

HEADLINE ARTIKEL

Cara Mengirimkan Artikel Publikasi di Majalah Pendidikan dan Dakwah